Rabu, 03 Desember 2008

PROMOSI KESEHATAN

BAB I
PENGKAJIAN KEBUTUHAN BELAJAR

A. Faktor Predisposisi
1. Riwayat Masalah
Desa Sukaraja berpenduduk ±250 jiwa dengan jumlah penduduk wanita ±120 jiwa. Setelah dilakukan pendataan, diketahui bahwa jumlah ibu nifas di desa Sukaraja berjumlah 25 orang. Sebagian besar mata pencaharian penduduk adalah bertani, tidak terkecuali dengan ibu-ibu nifas tersebut.
Untuk mencukupi kebutuhan hidup, hanya dalam waktu seminggu setelah melahirkan, ibu-ibu nifas tersebut sudah mulai bekerja di sawah walaupun belum bisa bekerja sehari penuh seperti biasanya.
Dua hari yang lalu, ada beberapa ibu nifas yang datang ke puskesmas dan mengeluh bahwa luka jahitannya terasa panas, nyeri dan berbau. Kemungkinan disebabkan karena ibu-ibu nifas kurang memperhatikan kebersihan tubuhnya, khususnya daerah alat kelamin.

2. Kondisi Fisik
Desa Sukaraja terletak di lereng pegunungan dan dikelilingi area persawahan yang luas. Sumber air yang mereka gunakan sebagian besar mengandalkan sungai yang mengalir melalui desa Sukaraja. Air sungai tersebut tidak terlalu bersih karena digunakan untuk berbagai keperluan MCK. Jika musim hujan tiba, warga juga memanfaatkan sumur yang ada di desa, namun jika musim kemarau sumur tersebut kering.

3. Motivasi Belajar
Hasil wawancara dengan tokoh masyarakat desa tersebut bahwa di desa tersebut ada perkumpulan ibu-ibu PKK yang rutin mengadakan kegiatan seperti arisan dan mereka senang untuk berkumpul dan menerima informasi terutama yang berhubungan dengan kesehatan.

4. Kesiapan Belajar
Ibu-ibu PKK, khususnya ibu-ibu nifas yang akan mendapat penyuluhan memiliki waktu luang pada sore hari karena saat itu mereka sudah selesai mengerjakan pekerjaan di sawah maupun di rumah sehingga mereka bersedia berkumpul untuk mendapatkan penyuluhan mulai pukul 15.30.

5. Kemampuan Membaca
Kurang lebih 70% penduduk termasuk ibu-ibu nifas telah mengenal huruf dan 65% mengerti bahasa Indonesia dengan baik. Beberapa orang pernah bersekolah sampai tingkat SMP, namun sebagian besar hanya sampai tingkat sekolah dasar. Informasi yang mereka sukai dan dianggap efektif oleh tokoh masyarakat adalah informasi yang disampaikan dengan metode ceramah dan diskusi.

B. Faktor Enabling
Masyarakat desa Sukaraja, khususnya ibu-ibu nifas, jarang unttuk melakukan pemeriksaan rutin di puskesmas. Mereka datang ke puskesmas hanya jika mengalami sakit yang sudah parah. Ibu-ibu nifas di desa tersebut kurang paham dengan apa yang seharusnya dilakukan untuk menjaga kesehatan padahal sebenarnya mereka bisa menanyakan kepada tenaga kesehatan di puskesmas tentang masalah kesehatan yang mungkin terjadi. Bidan dan tenaga kesehatan di Puskesmas tersebut sangat ramah dan komunikatif serta siap menyelesaikan masalah yang dialami ibu-ibu nifas desa Sukaraja

C. Faktor Reinforcing
. Kepala desa selalu menyarankan warganya terutama ibu-ibu nifas untuk selalu melakukan pemeriksaan rutin meskipun tidak sakit. Hal ini dianjurkan untuk menghindari sakit yang lebih parah, selain itu di puskesmas masyarakat juga bisa mendapatkan informasi tentang kesehatan. Karena itu, Kepala desa sangat mendukung adanya kegiatan penyuluhan ini agar kesehatan warga di desanya semakin meningkat.

D. Analisa Data
Data Penyebab Masalah
DS : ibu-ibu nifas belum mengerti tentang bagaimana menjaga keberihan tubuh terutama saat nifas.


DS : ibu-ibu nifas merasa takut jika luka di alat kelamin akan menjadi panas, nyeri dan berbau seperti yang terjadi pada beberapa warga dua hari yang lalu. Ibu-ibu nifas kurang mengakses informasi




Kurang pengetahuan tentang bagaimana cara menjaga kebersihan selama masa nifas Kurang pengetahuan tentang pentingnya menjaga kebersihan selama masa nifas

Cemas

E. Diagnosa Masalah
1. Kurang pengetahuan tentang pentingnya kebersihan pada masa nifas karena kurang mengakses informasi
2. Cemas karena kurang pengetahuan tentang bagaimana cara menjaga kebersihan pada masa nifas.


BAB II
SATUAN ACARA PENYULUHAN

A. Topik
Pentingnya personal hygiene pada masa nifas.

B. Sasaran
Sasaran penyuluhan adalah ibu-ibu nifas di desa Sukaraja yang berjumlah 25 orang dengan berbagai latar belakang pendidikan.

C. Waktu
Hari/tanggal : Senin, 1 Desember 2008
Waktu : pukul 15.30 – selesai

D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Setelah mendapatkan penyuluhan selama 15 menit tentang pentingnya menjaga kebersihan pada masa nifas, ibu-ibu nifas di desa Sukaraja mengetahui cara menjaga kebersihan tubuh pada masa nifas.
2. Tujuan Khusus
Setelah mendapatkan penyuluhan selama 15 menit tentang pentingnya menjaga kebersihan pada masa nifas, ibu-ibu nifas di desa Sukaraja mampu :
a. Menjelaskan pentingnya kebersihan tubuh pada masa nifas
b. Menyebutkan hal yang dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan tubuh selama masa nifas.
c. Menyebutkan alasan pentingnya menjaga kebersihan alat kelamin.
d. Menyebutkan gejala-gejala infeksi.
e. Menjelaskan langkah-langkah membersihkan alat kelamin dengan benar.

E. Garis besar materi
1. Pentingnya menjaga kebersihan pada masa nifas
2. hal-hal yang dapat dilakukan untuk membersihkan tubuh
3. Mengapa alat kelamin harus bersih?
4. Gejala-gejala infeksi
5. Langkah-langkah yang dilakukan untuk menjaga kebersihan alat kelamin

F. Metode
Ceramah dan diskusi

G. Media dan Alat
1. Slide Powerpoint
2. Leaflet
3. Poster
4. Laptop
5. LCD
6. Screen
7. Sound system (Microphone, amplifier/wireless)
8. Meja dan kursi

H. Kegiatan Penyuluhan
No Kegiatan Keterangan Waktu
1 Pembukaan a. Mengucapkan salam
b. Memperkenalkan diri
c. Menyampaikan tujuan 1
2 Isi a. Memaparkan pengertian dan alasan mengapa kebersihan saat nifas perlu dijaga
b. Menjelaskan bagian tubuh yang sangat perlu dijaga kebersihannya dan bagaimana caranya
c. Menyimpulkan hasil penyuluhan 10
3 Evaluasi Memberikan sejumlah pertanyaan kepada peserta sehubungan dengan materi yang baru saja diberikan untuk mengevaluasi pemahaman peserta. 3
4 Penutup a. Mengucapkan terima kasih atas perhatian peserta
b. Mengucapkan salam 1
Jumlah waktu 15

I. Setting tempat
Tempat : Balai Desa Sukaraja

1

2


3


1. Meja penyuluh
2. Meja operator
3. Audiens

J. Rencana Evaluasi
Pertanyaan :
1. Jelaskan pentingnya kebersihan tubuh pada masa nifas!
2. Sebutkan hal-hal yang dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan
tubuh selama masa nifas!
3. Sebutkan alasan-alasan pentingnya menjaga kebersihan alat kelamin!
4. Sebutkan gejala-gejala infeksi!
5. Jelaskan bagaimana langkah-langkah membersihkan alat kelamin dengan benar!
Jawaban :
1. Kebersihan tubuh pada masa nifas sangat penting karena masa nifas merupakan masa yang sangat rentan terhadap infeksi bagi ibu postpartum bila dalam perawatannya tidak tepat.
2. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan tubuh saat nifas antara lain :
a. Mandi minimal dua kali sehari, menjaga kebersihan rambut, hidung, telinga, mulut (gigi), payudara dan putting susu serta kebersihan kuku dan tangan.
b. Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah menyentuh alat kelamin
3. Pentingnya kebersihan alat kelamin pada saat nifas dilandasi beberapa alasan yaitu:
a. Banyak darah dan kotoran yang keluar dari alat kelamin.
b. Alat kelamin berada dekat saluran buang air kecil dan buang air besar yang tiap hari kita lakukan.
c. Adanya luka di daerah perineum yang bila terkena kotoran dapat terinfeksi.
d. Alat kelamin merupakan organ terbuka yang mudah dimasuki kuman untuk kemudian menjalar ke rahim
4. Gejala infeksi
a. keputihan yang berlebihan
e. keluarnya cairan seperti nanah
f. cairan yang keluar berbau busuk
g. keluarnya cairan disertai rasa nyeri
h. ibu mengalami demam
i. nyeri di perut
j. tiba-tiba pendarahan kembali banyak padahal sebelumnya sudah berkurang
5. Langkah-langkah membersihkan alat kelamin yang benar :
a. Siram mulut alat kelamin hingga bersih dengan air bersih setiap kali habis BAK dan BAB. Basuh dari arah depan ke belakang hingga tidak ada sisa-sisa kotoran yang menempel di sekitar alat kelamin baik itu dari air seni maupun feses yang mengandung kuman dan bisa menimbulkan infeksi pada luka jahitan.
b. Apabila ada pembengkakan dapat dikompres dengan es.
c. Bila ibu benar-benar takut menyentuh luka jahitan upaya menjaga kebersihan alat kelamin dan untuk mengurangi rasa tidak nyaman dapat dengan duduk berendam di air hangat setelah 24 jam pascapersalinan dan selanjutnya dapat dilakukan setelah BAK atau BAB.
d. Bila tidak ada infeksi tidak diperlukan penggunaan antiseptik, cukup dengan air bersih saja.
e. Setelah dibasuh, keringkan perineum dengan handuk lembut
f. Kenakan pembalut baru. Ingat pembalut mesti diganti setiap habis BAK atau BAB atau minimal 3 jam sekali atau bila sudah dirasa tak nyaman.


Yogyakarta, 25 November 2008
Pembuat Rencana Penyuluhan



Risma Radanti Putri






BAB III
MATERI PENYULUHAN

Menjaga personal hygiene atau kebersihan tubuh pada masa nifas adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk menjaga agar tubuh kita tetap bersih pada saat nifas.
Masa nifas merupakan masa yang sangat rentan terhadap infeksi bagi ibu postpartum bila dalam perawatannya tidak tepat. Hal ini dapat terjadi karena pada ibu postpartum terjadi perlukaan, baik di jalan lahir seperti episiotomy maupun perlukaan karena SC. Untuk itu perawatan kebersihan ibu postpartum harus diperhatikan.
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menjaga kebersihan tubuh antara lain :
1. Mandi minimal dua kali sehari, menjaga kebersihan rambut, hidung, telinga, mulut (gigi), payudara dan putting susu serta kebersihan kuku dan tangan.
2. Mencuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah menyentuh alat kelamin. Dalam kaitannya meningkatkan kesehatan yang positif, mencuci tangan merupakan satu-satunya prosedur klinis yang paling penting karena tangan merupakan perantara utama terjadinya infeksi silang (Elliot, 1996. Hal. 401)
Walau caranya sederhana dan mudah, banyak ibu yang ragu-ragu membersihkan daerah alat kelaminnya di masa nifas. Beberapa alasan yang sering dikeluhkan adalah :
1. Khawatir jahitan di antara anus dan alat kelamin akan robek, padahal ini jelas tidak benar. Jahitan tersebut memang baru akan diserap tubuh dalam waktu lima sampai tujuh hari, namun tidak mudah lepas.
2. Setelah pesalinan normal alat kelamin dibersihkan akan terasa nyeri karena ada bekas jahitan di daerah perineum (antara anus dan alat kelamin), namun kebersihan harus tetap dijaga.
Ibu yang melahirkan dengan bedah sesar pun akan mengalami masa nifas selama 40 hari. Meskipun alat kelaminnya tidak terluka, dari situ tetap akan keluar darah dan kotoran (lokia) yang merupakan sisa jaringan di dalam rahim. Jadi ibu yang melahirkan dengan operasi pun harus juga membersihkan alat kelaminnya dengan benar.

MENGAPA ALAT KELAMIN HARUS BERSIH?
Pada prinsipnya, pentingnya kebersihan alat kelamin pada saat nifas dilandasi beberapa alasan yaitu:
1. Banyak darah dan kotoran yang keluar dari alat kelamin.
2. Alat kelamin berada dekat saluran buang air kecil dan buang air besar yang tiap hari kita lakukan.
3. Adanya luka di daerah perineum yang bila terkena kotoran dapat terinfeksi.
4. Alat kelamin merupakan organ terbuka yang mudah dimasuki kuman untuk kemudian menjalar ke rahim.
Kebersihan yang kurang terjaga di masa nifas bukan hanya dapat mengundang infeksi pada alat kelamin tapi juga rahim.

GEJALA INFEKSI
1. keputihan yang berlebihan
2. keluarnya cairan seperti nanah
3. cairan yang keluar berbau busuk
4. keluarnya cairan disertai rasa nyeri
5. ibu mengalami demam
6. nyeri di perut
7. tiba-tiba pendarahan kembali banyak padahal sebelumnya sudah berkurang. Misalnya, setelah pendarahan mulai menyurut seminggu sesudah melahirkan, tiba-tiba darah yang keluar menjadi banyak.


LANGKAH MENJAGA KEBERSIHAN ALAT KELAMIN
Berikut ini langkah-langkah menjaga kebersihan alat kelamin yang benar :
1. Siram mulut alat kelamin hingga bersih dengan air setiap kali habis BAK dan BAB. Air yang digunakan tak perlu matang asalkan bersih. Basuh dari arah depan ke belakang hingga tidak ada sisa-sisa kotoran yang menempel di sekitar alat kelamin baik itu dari air seni maupun feses yang mengandung kuman dan bisa menimbulkan infeksi pada luka jahitan.
2. Apabila ada pembengkakan dapat dikompres dengan es.
3. Bila ibu benar-benar takut menyentuh luka jahitan upaya menjaga kebersihan alat kelamin dan untuk mengurangi rasa tidak nyaman dapat dengan duduk berendam di air hangat setelah 24 jam pascapersalinan dan selanjutnya dapat dilakukan setelah BAK atau BAB.
4. Bila tidak ada infeksi tidak diperlukan penggunaan antiseptik, cukup dengan air bersih saja.
5. Setelah dibasuh, keringkan perineum dengan handuk lembut
6. Kenakan pembalut baru. Ingat pembalut mesti diganti setiap habis BAK atau BAB atau minimal 3 jam sekali atau bila sudah dirasa tak nyaman.














Daftar Pustaka

John, Ruth. 2004. Buku Ajar Praktik Kebidanan. Jakarta : EGC.
Anonymous.(Selasa, 7 Oktober 2007). 11 Catatan Penting Masa Nifas. Diunduh
pada tanggal 18 Oktober 2008 dari http://www.anakku.net/category/artikel/11-catatan-penting-masa-nifas.htm
Handayani, Faras. Penting! Bersih Tuntas di Masa Nifas. Diunduh pada tanggal
18 Oktober 2008 dari http://www.tabloid-nakita.com/artikel.php3?edisi=05255&rubrik=kecil






















TUGAS MATA KULIAH
PROMOSI KESEHATAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN
PENTINGNYA PERSONAL HYGIENE PADA MASA NIFAS







Disusun
TASMINAH
P 07124107037



POLITEKNIK KESEHATAN DEPKES YOGYAKARTA
JURUSAN KEBIDANAN
2008

OBAT ASMA DAN INFLUENZA

MAKALAH

OBAT-OBAT ASMA DAN INFLUENZA










Disusun oleh:
TASMINAH
P07124107037
REGULER / III



DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KEBIDANAN
2008

KATA PENGANTAR


Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat serta hidayat-Nya, sehingga penulis dapat menyusun serta menyelesaikan makalah yang berjudul “Obat-Obat Asma dan Influenza” ini dengan baik.
Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar besarnya kepada berbagai pihak yang selama ini telah memberikan bantuan, bimbingan, dan dorongan pada penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Yogyakarta, 16 November 2008

Penulis

DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II PEMBAHASAN
1. Obat Untuk Asma
2. Obat Untuk Influenza
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN


Asma merupakan penyakit kronik saluran napas yang memerlukan pengobatan dalam jangka waktu tertentu dan cukup lama. Obat asma terdapat dalam berbagai macam bentuk antara lain: tablet, sirup puyer racikan atau injeksi. Dengan obat asma yang tepat penderita asma/bengek dapat menjalani kehidupan normal.
Obat asma untuk mengendalikan serangan asma berbeda dengan obat asma rutin untuk mencegah serangan. Suatu serangan asma harus mendapatkan pengobatan sesegera mungkin untuk membuka saluran pernafasan. Untuk mengobati serangan penyakit asma yang sedang terjadi diperlukan obat yang menghilangkan gejala penyakit asma dengan segera.
Tujuan pengobatan anti penyakit asma adalah membebaskan penderita dari serangan penyakit asma. Hal ini dapat dicapai dengan jalan mengobati serangan penyakit asma yang sedang terjadi atau mencegah serangan penyakit asma jangan sampai terjadi.
Influenza atau biasa dikenal dengan flu merupakan penyakit yang seringkali diderita oleh kita. Diperkirakan setiap orang paling tidak mengalami penyakit itu 12 kali dalam setahun.biasanya pada musim dingin. Flu menyerang seseorang yang berada dalam kondisi lemah sehingga mengganggu pembentukan antibodi tubuh yang merupakan benteng pertahanan terhadap penyakit.
Penyakit ini dapat sangat mengganggu aktivitas dan sangat mudah menular. Penularannya biasa terjadi melalui udara. Pada umumnya penyakit flu menyerang seseorang secara perlahan. Satu atau dua hari setelah terinfeksi oleh virus maka kita akan merasakan gejala yang sangat mengganggu.
Pengobatan untuk asma dan influenza digolongkan menjadi obat pada gangguan saluran nafas. Mengobati disini bukan berarti menyembuhkan penyakitnya, melainkan menghilangkan gejala-gejala yang terjadi. Keadaan yang sudah bebas gejala penyakit ini selanjutnya harus dipertahankan agar serangan penyakit asma tidak datang kembali. Jenis obat yang digunakan oleh penderita asma dan influenza harus diperhatikan. Masing-masing obat mempunyai kekurangan dan kelebihan.




BAB II
PEMBAHASAN


I. ASMA
A. Patogenesis Asma
Asma merupakan penyakit yang disebabkan oleh antibody-antibodi reagenik (IgE) yang terikat pada sel-sel mast dalam mukosa jalan napas. Dalam pemaparan kembali pada suatu gen, interaksi antigen-antibodi pada permukaan sel-sel mast memicu terjadinya rilis mediator-mediator yang disimpan di dalam granula-granula pada sel-sel serta sintesis dan rilis mediator-mediator lainnya. Agen-agen yang bertanggung jawab pada reaksi awal-brokokonstriksi yang terjadi secara cepat, termasuk histamine, tryptase dan protease netral lain, leokotrine-leokotrine C4 dan D4 serta prostaglandin. Agen-agen tersebut berdifusi ke seluruh dinding jalan napas dan menyebabkan terjadinya kontraksi otot serta kebocoran vaskuler. Mediator-mediator lainnya bertanggung jawabterhadap terjadinya brokokonstriksi yang bertahan lebih lama, infiltrasi seluler pada mukosa jalan napas, dan sekresi berlebihan mucus pada fase akhir reaksiasma yang terjadi 2-8 jam kemudian. Mediator tersebut diduga adalah cytokine yang dihasilkan oleh limfosit TH2, khususnya GM-CSF dan interlukein 4, 5, 9 dan 13 yang menarik dan mengaktifkan eosinofil serta menstimulasi produksi IgE oleh limfosit B.
Tidak semua gambaran asma dapat diperhitungkan dengan model paparan antigen. Beberapa orang dewasa yang menderita asma tidak mengalami proses hipersensitif mendadak terhadap antigen dan eksaserbasi asma yang paling beratdiduga disebabkan infeksi viruspada pernapasan. Pada pasien yang mempunyai sejarah menderita asma selama musim tanaman (liar) serta terdapat respon positif pada kulit dan bronkial terhadap antigen tanaman bronkial tersebut, ternyata derajat beratnya gejala-gejala yang timbul hanya berkolerasi kecil dengan kuantitas antigen yang terdapat di atmosfer. Spasme bronkus dapat terjadi dengan stimulus nonantigen seperti air suling, olahraga, air dingin, sulfur dioxide, dan manuver pernapasan yang cepat.
Asma dapat diobati secara efektif dengan menggunakan obat-obat yang bekerja dengan mekanisme yang berbeda. Spasme bronkus pada asma kemungkinan dapat dicegah, misalnya dengan menggunakan obat-obat yang mengurangi jumlah IgE yang terikat pada sel-sel mast(antibodi anti-IgE), dengan mencegah degranulasi sel-sel (cromolyn atau nedocromil, simpatomimetika, penyakat kanal kalsium [(Ca)], dengan menyakat efek produk-produk yang dirilis (histamine dan antagonis reseptor leukotrine), menghambat efek acethylchone yang dirilis dari saraf-saraf motor vegal (antagonis muskarinik), atau secara langsung dengan merelaksasi otot polos jalan napas (obat-obat simpatomimetik, theophylline).
Pendekatan lain terhadap pengobatan asma tidak hanya ditujukan pada pencegahan atau penyembuhan spasme bronkus akut, tetapi pada penurunan tingkat respons bronkial. Karena terjadinya peningkatan respons dihubungkan dengan inflamasi jalan napas dan karena inflamasi merupakan gambaran respons asma tahap akhir, maka digunakan strategi baik dengan mengurangi paparan terhadap alergen yang menyebabkan terjadinya peradangan maupun dengan menggunakan obat-obat antiinflamasi sebagai terapi jangka panang khususnya corticosteroid perinhalasi.

B. Farmakologi Dasar Obat-Obat Yang Digunakan Dalam Pengobatan Asma
Obat yang paling sering digunakan pada pengelolaan asma adalah agonis adrenoreseptor (digunakan untuk meringankan atau bronkodilatator) dan corticosteroid perinhalasi (digunakan sebagai pengendali atau antiinfalamasi).
1. Cromolyn dan Nedocromyl
Cromolyn sodium (disodium cromoglyate) dan nedocromil sodium hanya bermanfaat apabila digunakan sebagai profilaksis. Keduanya merupakan garam yang sangat sukar larut. Apabila digunakan sebagai aerosol (inhaler dengan kalibrasi), keduanya secara efektif dapat menghambat asma baik yang disebabkan antigen atau olahraga, dan penggunaan kronis 94 kali tiap hari) dapat sedikit mengurangi semua tingkat dari keseluruhan reaktivitas bronkial. Obat-obat tersebut tidak mempunyai efek pada tonus otot polos jalan napas dan tidak memperbaiki spasme bronkus pada asma secara efektif.
Cromolyn sedikit diabsorbsi dari saluran cerna dan harus digunakan perinhalasi sebagai bubuk microfine atau larutan aerosol. Nedocromil juga mempunyai bioavibilitas yang rendah dan hanya tersedia dalam bentuk aerosol berkalibrasi.

Mekanisme kerja
Cromolyn dan nedocromil berbeda secara struktural, tetapi mempunyai mekanisme kerja yang sama (sebuah perubahan dalam fungsi kanal klorida yang tertunda [delayed chloride channel] dalam membran sel) yaitu menghambat pengaktifan seluler. Efek tersebut pada saraf-saraf jalan napas diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya hambatan batuk oleh nedocromil (pada sel-sel mast), untuk menghambat respon awal yang disebabkan antigen dan pada eosinofil, untuk menghambat respon inflamasi pada inhalasi alergen. Efek hambatan pada sel-sel mast bersifat spesifik pada tipe sel.
Cromolyn memiliki sedikit efek penghambat rilis mediator dari basofil manusia. Cromolyn dapat menghambat degranulasi sel-sel mast pada manusia dan paru primata tetapi tidaik pada kulit maka diduga ia spesifik untuk organ-organ tertentu. Ada penemuan lain bahwa cromolyn dan nedocromil menghambat sel-sel selain dari sel mast dan sebagian dengan adanya penemuan bahwa nedocromil menghambat penampakkan respon tahap akhir walaupun diberikan setelah respon awal yang disebabkan antigen, yaitu stelah terjadinya degranulasi sel-sel mast.

Penggunaan Klinis Cromolyn Dan Nedocromil
Dalam penelitian klinis jangka pendek, prapengobatan dengan cromolyn atau nedocromil menyakat terjadinya bronkokonstriksi yang disebabkan inhalasi antigen, olahraga, aspirin, dan beragam sebab asma yang terjadi sehubungan dengan pekerjaan. Efek protektif akut dapat terjadi dengan pemberian cromolyn sebagai obat tunggal segera sebelum olahraga atau sebelum paparan yang tidak dapat dihindari pada suatu alergen.
Apabila digunakan secara teratur (2 atau 4 hisapan, 2 sampai 4 kali setiap hari) oleh pasien asma yang sudah menahun, kedua obat tersebut dapat mengurangi beratnya gejala serta kebutuhan penggunaan bronkodilatator. Obat-obat tersebut tidak sekuat corticosteroid perinhalasi. Pada umumnya, pasien muda dengan asma ekstrinsik merespon dengan baik, beberapa pasien yang lebih tua dengan penyakit intrinsikjuga menjadi lebih baik. Tambahan nedocromil terhadap dosis standar corticosteroid perinhalasi meningkatkan pengendalian asma.
Cromolyn juga berguna dalam mengurangi gejala riniconjungtivitis alergika. Pemberian larutan tersebut dengan semprot hidung atau tetes mata baberapa kali sehariternyata efekti pada sekitar 75 % pasien.
Absorbsi cromolyn kecil maka efek yang tidak diinginkan hanya sedikit dan bersifat lokal pada situs deposisi. Efek tersebut termasuk gejala-gejala seperti iritasi tenggorokan, batuk, mulut kering, rasa sesak di dada dan susah bernapas. Gejala tersebut dapat dicegah dengan inhalasi agonis adrenoreseptor-β2 sebelum pemberian cromolyn. Efek merugikan yang berat jarang terjadi. Tidak terdapat toksisitas pada penggunaan cromolyn secara luas pada anak-anak. Bagi anak-anak yang kesulitan dengan penggunaan inhaler, dapat diberikan cromolyn dengan aerosol dalam larutan 1%

2. Obat-Obat Methylxanthine
Tiga methylxantthine penting adalah theophylline, theobromine, dan caffeine. Sumber utamanya adalah minuman ( teh, coklat dan kopi). Manfaat theophylline dalam pemgobatan asma berkurang karena efektivitas adrenoreseptor per inhalsi untuk asma akut dan antiinflamasi perinhalasi untuk asma kronis telah ditemukan. Harga murah theophylline memiliki keuntungan untuk pasien dengan ekonomi lemah.

Mekanisme Kerja
Pada konsentrasi tinggi dibuktikan dapat menghambat enzim fosfodiesterase in vitro. Fosfodiesterase menghrolis cyclic nucleotide sehingga menghasilkan peningkatan konsentrasi cAMP intraseluler. Efek tersebut dapat menjelaskan terjadinya stimulsi kardiak dan relaksasi otot polos yang disebabkan oleh obat-obat tersebut tetapi belum jelas pada penelitian in vivo jika kiranya dapat dicapai konsentrasi yang cukup tinggi untuk menghambat fosfodiesterase.
Mekanisme kerja yang lain yaitu terjadinya hambatan pada reseptor peemukaan sel untuk adenosine. Reseptor-reseptor tersebut memodulasi aktivitas adelynyl cyclase dan adenosine yang telah terbukti dapat menyebabkan kontraksi otot polos jalan napas terpisah dan menyebabkan rilis histamine dari sel-sel mast jalan napas. Theophylline melawan efek-efek tersebut dg menyakat reseptor adenosine permukaan sel.

Farmakodinamika Methylxanthine
Theophylline paling selektif dengan efek pada otot polosnya, sedangkan caffeine memiliki efek pada sistem saraf pusat yang menonjol. Methylxanthine mempunyai efek pada:
a. Sistem Saraf Pusat
Pada dosis rendah dan sedang, methylxanthine, khususnya caffeine, menyebabkan sedikit cortical arousal dengan peningkatan kewaspadaan dan pengurangan rasa lelah. Pada dosis yang sangat tinggi dapat terjadi stimulasi medular dan kejang. Kegelisahan dan tremor merupakan efek samping utama pada pasien yang menggunakan aminophylline dosis tinggi untuk asma.
b. Kardiovaskular
Methylxanthine memiliki efek kronotropik dan inotopik positif langsung pada jantung. Pada konsentrasi yang rendah, efek tersebut diduga terjadi karena peningkatan rilis catecholamine yang disebabkan oleh hambatan reseptor adenosine prasinap. Pada konsentrasi yang sangat tinggi (> 100mmol/L), pemisahan kalsium oleh retikulum sarkoplasmik dihambat.
c. Saluran cerna
Methylxanthine menstimulasi sekresi baik asam lambung maupun enzim pencernaan. Kopi yang telah dibuang caffeine-nya mempunyai efek stimulasi kuat pada sekresi asam lambung maupun enzim pencernaan yang bermakna bahwa secretagogue utama di dalam kopi bukanlah caffeine.
d. Ginjal
Methylxanthine, khusunya thophylline merupakan diuretika lemah. Efek tersebut diduga terjadi dengan melibatkan baik peningkatan filtrasi glomerular dan penurunan reabsorbsi natrium di tubular. Efek diuresis tersebut tidak cukup untuk digunakan sebagai terapi.
e. Otot Polos
Bronkodilatasi merupakan efek utama methylxanthine dalam pengobatan. Tidak terjadi toleransi tetapi efek yang tidak diinginkan khususnya pada sistem saraf pusat, membatasi dosis pada penggunaanya. Sebagai tambahan efek langsungnya di otot polos jalan napas, obat-obat tersebut pada konsentrasi yang cukup dapat menghambat rilis histamine dari jaringan paru pada induksi antigen, efeknya pada transpor mukosiliar tidak diketahui.
f. Otot Rangka
Efek terapi methylxanthine diduga tidak hanya terbatas pada jalan napas, sebab mereka memperkuat kontraksi otot rangka terpisah pada penelitian in vitro, dan mempunyai efek kuat baik dalam memperbaiki kontraktilitas maupun dalam memperbaiki kepenatan diafragma pada pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis.efek pada penampilan diafragma lebih daripada efek pada pusat pernapasan menyebabkan theophylline menpunyai kemampuan untuk meningkatkan respon ventilasi pada keadaan hipoksia dan mengurangi sesak bahkan pada pasien dengan obstruksi aliran napas yang ireversibel.

Penggunaan Klinis Methylxanthine
Dari berbagai methylxanthine, theophylline merupakan bronkodilatator yang paling efektif dan telah terbukti berulang kali dapat meringankan obstruksi aliran udara pada asma akut, mengurangi keparahan gejala-gejala , serta waktu yang hilang dalam pekerjaan karena serangan asma kronis. Bentuk basa theophylline hanya sedikit larut dalam air sehingga diberikan dalam berbagai bentuk garam yang berisi berbagai jumlah basa theophylline. Sebagian besar preparat dapat diabsorbsi dengan baik dari saluran cerna, tetapi absorbsi pada supositoria rektal tidak menentu.
Theophylline sebaiknya hanya digunakan apabila tersedia metode untuk mengukur kadar theophylline di dalam darah karena efek terapi dak toksisitasnya berhubungan dengan konsentrasinya di dalam plasma. Theophylline dimetabolisme oleh hati sehingga pada dosis terapi dapat terjadi konsentrasi toksik pada pasien dengan penyakit hati.
Theophylline memperbaiki kontrol jangka panjang asma jika diberikan sebagai terapi pemeliharaan tunggal atau apabila ditambahkan pada corticosteroid per inhalasi. Theophylline tidak mahal dan dapat digunakan per oral. Penggunaannya membutuhkan pengukuran kadar dalam plasma. Tindakan tersebut sering menjadi efek samping ringan yang tidak menyenangkan (khususnya insomnia) dan overdosis yang tidak disengaja atau yang disengaja dapat menyebabkan keracunan yang parah atau kematian. Untuk pemberian oral, dosis yang diberikan adalah 3-4 mg/kg theophylline setiap 6 jam. Perubahan dosis menyebabkan steady-state concentration (kadar tunak) yang baru selama 1-2 hari sehingga dosis dapat ditingkatkan pada interval 2-3 hari sampai konsentrasi plasma didapatkan (10-20 mg/L) atau sampai terjadi efek samping.

3. Obat-Obat Simpatomimetik
Agonis adrenoreseptor memiliki beberapa aksi farmakologik yang penting dalam pengobatan asma. Mereka dapat meyebabkan relaksasi otot polos jalan napas dan menghambat rilis dari beberapa substansi penyebab bronkokonstriksi dari sel mast. Mereka diduga juga dapat menghambat kebocoran mikrovaskular dan meningkatkan transpor mukosiliar dengan meningkatkan aktivitas siliar atau dengan mempengaruhi komposisi sekresi mukus. Seperti pada jaringan lain, agonis beta menstimulasi adenylyl cyclase dan meningkatkan pembentukan cAMP pada jaringan jalan napas.
Efek karakteristik terbaik dari agonis adrenoreseptor pada jalannapas adalah relaksasi otot polos jalan napas yang menyebabkan bronkodilatasi. Meskipun tidak ada bukti ineversi simpatik langsung pada otot polos jalan napas manusia, tetapi terdapat cukup bukti keberadaan adrenoreseptor pada otot polos jalan napas. Pada umumnya stimulasi reseptor-β2 menyebabkan relaksasi otot polos jalan napas, menghambat rilis mediator dan menyebabkan tror pada otot rangka sebagai efek toksik.
Obat simpatomimetik yang telah dipakai secara luas dalam pengobatan asma termasuk epinephrine, ephedrine, isoproterenol dan sejumlah obat β2-selektif. Karena epinephrine dan isoproterenol menyebabkan lebih banyak stimulasi pada jantung (melalui reseptor- β1) sebaiknya mereka digunakan untuk keadaan khusus.
Epinephrine adalah suatu bronkodilator yang efektif dan mempunyai mela kerja cepat pada pemberian subcutan (0,4 ml dari solusi 1:1000) atau sebagai mikroaerosol perinhalasi dari pressurized canister (320 mg per puff). Bronkodilatasi maksimal dapat tercapai 15 menit setelah inhalasi dan berakhir 60-90 menit. Karena epinephrine menstimulasi reseptor- β1 seperti juga b2, takikardi, aritmia dan angina pektoris yang memburuk merupakan efek samping yang merugikan. Epinephrine merupakan agen aktif pada banyak obat per inhalasi yang tidak diresepkan (seperti Prematene Mist), tetapi sekarang sudah jarang diresepkan.
Ephedrine diduga mempunyai sejarah yang paling panjang dari obat-obat yang digunakan pada pengobatan asma, karena obat ini telah digunakan di Cinalebih dari 2000 tahun sebelum diperkenalkan pada pengobatan barat pada tahun 1924. dibandingkan epinephrine, ephedrine memilki masa kerja yang lebih panjang, aktif pada pemberian oral, efek pusat yang lebih nyata, dan kekuatan yang jauh lebih rendah. Karena perkembangan agonis-β2 yang lebih efektif dan selektif, ephedrine sekarang jarang digunakan pada pengobatan asma.
Isoproterenol adalah bronkodilator yang kuat, ketika dihirup sebagai mikroaerosol dari pressurized canister dapat menyebabkan bronkodilasi maksimum dalam 5 menit. Isoproterenol memiliki masa kerja 60 sampai90 menit.

Obat-Obat Beta2-Selektif
Obat-obat agonis adrenoreseptor β2-selektif merupakan simpatomimetik yang paling banyak digunakan untuk pengobatan asma saat ini. Obat-obat tersebut mempunyai struktur berbeda dari epinephrine dengan memiliki substitusi yang lebih besar pada gugus amino dan pada posisi gugus hidroksil pada cincin aromatik. Mereka efektif per inhalasi atau per oral serta memiliki masa kerja yang panjang dan selektivitas β2 yang bermakna. Albuterol, terbutaline, metaproterenol, pirbuterol, dan bitolterol tersedia dalam inhaler berkalibrasi. Diberikan perinhalasi, obat-obat tersebut menyebabkan bronkodilatasi setara dengan isoproterenol. Bronkodilatasi maksimal dapat tercapai dalam 30 menit dan bertahan selama 3-4 jam.
Albuterol dan metaproterenol juga bisa dicairkan di dalam garam fisiologis untuk pemberian handhels nebulizer. Karena partikel yang dihasilkan lebih besar daripada yang berasal dari inhaler berkalibrasi, maka harus diberikan dalam dosis yang jauh lebih tinggi (berturut-turut 2,5-5 gr dan 15 mg) namun demikian tidak lebih efektif. Pemberian nebulizer disediakan untuk pasien yang kesulitan dalam menggunakan inhaler berkalibrasi.
Albuterol, terbutaline dan metaproterenol juga tersedia dalam bentuk tablet. Satu tablet 2 atau 3 kali sehari merupakan regimen yang lazim. Efek samping utama tremor poda otot rangka, gelisah dan kadang kelelahan bisa sikurangi dengan mengawali penggunaan obat setengah dosis terapi dalam 2 minggu pertama.
Hanya terbutaline yang tersedia dalam bentuk injeksi subkutan (0,25 mg). Indikasi untuk pemberian dengan cara tersebut sama dengan indikasi dari pemberian epinephrine subkutan yaitu asma parah yang memerlukan pengobatan darurat ketika bentuk aerosol tidak tersedia atau tidak efektif. Tetapi harus diingat bahwa masa kerja terbutaline yang lebih panjang bermakna bahwa efek kumulatif dapat terjadi pada pemberian injeksi yang berulang.
Salmeterol dan formoterol merupakan agonis kuat β2-selektif yang memiliki masa kerja panjang (12 jam atau lebih) sebagai hasil dari daya larut dalam lemak yang tinggi, yang menyebabkan mereka dapat larut dalam membran sel otot polos dalam konsentrasi tinggi. Fungsi pelarutan obat tersebut sebagai sebuah tempat rilis yang lambat (slow release depot) yang menyediakan obat untuk reseptor β terdekat dalam waktu yang lama. Diduga obat tersebut berinteraksi dengan kortikosteroid per inhalasi untuk meningkatkan kontrol asma. Obat-obat tersebut tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai obnat tunggal dalam mengatasi asma.
Walaupun agonis adrenoreseptor dapat diberikan perinhalasi, per oral atau parenteral, penggunaan per inhalasi menghasilkan efek lokal terbesar pada otot polos jalan napas dengan toksisitas sistemik paling kecil. Endapan aerosol bergantung pada ukuran partikel, pola pernapasan (volume tidal dan kecepatan aliran udara) dan geometri jalan napas. Bahkan partikel dg usuran optimal dg rentang 2-5 m, 80-90% dari dosis total aerosol mengendap di mulut atau faring. Partikel dengan ukuran kurang dari 1-2 m melayang-layang ataupun tetelan. Pengendapn dapat ditingkatkan dengan menahan napas.
Penggunaan obat-obat simpatomimetik per inhalasi pada awalnya menimbulkan rasa khawatir akan terjadinya takifilaksis atau toleran terhadap agonis β, aritmia jantung dan hipoksemia.

4. Antagonis Antimuskarinik
Daun-daun Daturu stramonium telah digunakan untuk pengobatan asma selama ratusan tahun. Ketertarikan pada nilai kekuatan muskarinik menigkat dengan pembuktian pentingnya vagus dalam respons bronkospastik pada hewan coba dan oleh perkembangan suatu obat anti muskarinik yang kuat, yang hanya sedikit diabsorpsi setelah pemberian aerosol pada jalan napas dan karenanya tidak dikaitkan dengan efek sistemik atropine.

Mekanisme Kerja
Antagonis muskarinik kompetitif menghambat efek achetylcholine pada reseptor muskarinik. Pada dosis yang diberikan, obat anti muskarinik, dan keterlibatan jalur parasimpatik pada respons yang disebabkan oleh reseptor muskarinik, dan keterlibatan jalur parasimpatik pada respon spasmebronkus berbeda pada tiap orang.

Penggunaan Klinis Antagonis Muskarinik
Obat-obat anti muskarinik merupakan bronkodilator yang efektif. Pada pemberian intravena, atropine, prototipe antagonis muskarinik, menyebabkan bronkodilatasi pada dosis yang lebih rendah dari pada yang diperlukan untuk menyebabakan peningkatan pada kecepatan konstraksi jantung. Selektivitas efek atropine dapat meningkat lebih jauh dengan pemberian inhalasi.penelitian pada bentuk aerosol atropine sulfate membuktikan bahwa dapat terjadi peningkatan caliber jalan napas hampir sama dengan yang dapat dicapai oleh obat antagonis-β dan efek tersebut bertahan selama 5 jam. Dosis yang diperlukan bergantung pada ukuran partikel aerosol yang digunakan. Menggunakan nebulizer yang memproduksi partikel dengan diameter 1-1.5 µm, efek sistemik pada umumnya terjadi ketika 2 mg dihirup. Dosi awal 1 mg atau kurang. Pengendapan aerosol di mulut sering menyebabkan efek rasa kering di mulut. Efek samping yang terjadi pada absorpsi sistemik termasuk resistensi urine, takikardia, hilangnya kemampuan akomodasi pada mata, dan agitasi.
Dosis suatu obat antimuskarinik yang menyebabkan perubahan maksimal pada caliber jalan napas pada saat beristirahat labih kecil dari pada dosis yang diperlukan untuk menghambat respons spasme bronkus secara maksimal. Efek samping sitemik membatasi jumlah pemberian atropine sulfate, tetapi perkembangan bentuk yang lebih selektif dari turunan kuartener ammonium atropine, ipratropium bromide, memungkinkan pemberian dalam dosis tinggi untuk reseptor muskarinik pada jalan napas karena senyawa tersebut hanya sedikit diabsorpsi dan tidak masuk dalam system saraf pusat.
Obat antimuskarinik sedikit kurang efektif dibandingkan dengan obat agonis-β dalam memperbaiki spasme bronkus pada asma, penambahan ipratropium memperkuat bronkodilatasi yang disebabkan oleh nebulized albuterol pada asma parah akut.
Ipratropium sekurangnya sama efektif pada pasien pada penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) yang termasuk suatu komponen reversible parsial. Obat antimuskarinik yang memiliki masa kerja lebih panjang, tiotropium, sedang dalam uji klinis untuk pengobatan COPD. Masa kerja selama 24 jam obat tersebut merupakan keuntungan penting yang potensial.

5. Corticosteroid
Mekanisme Kerja
Corticosteroid telah digunakan untuk pengobatan asma sejak tahun 1950 dan diduga bekerja dengan efektivitas antiimflamasi mereka yang luas, sebagian terjadi karena hambatan produksi cytokine inflamatori. Obat-obat tersebut tidak dapat mengadakan relaksasi otot polos jalan napas secara langsung tetapi dengan mengurangi reaktivitas bronchial, meningkatkan caliber jalan napas dan mengurangi frekuensi eksaserbasi asma jika digunakan secara teratur.

Penggunaan Klinis Corticosteroid
Penelitian klinis corticosteroid secara konsisten membuktikan efektivitasnya dalam memperbaiki semua indeks control asma-keparahan gejala, tes caliber jalan napas dan reaktivitas bronchial, frekuensi eksaserbasi dan kualitas kehidupan. Karena efek sampingnya yang berat bila diberikan secara kronis, oral dan parenteral corticosteroid disediakan untuk pasien yang membutuhkan pengobatan mendesak.
Pengobatan mendesak sering diawli dengan dosis oral 30-60 mg prednisone tiap hari atau dosis intravena 1mg / kg methylprednisolone tiap 6 jam; dosis harian diturunkan secara bertahap setelah obstruksin jalan napas membaik. Pada sebagian besar pasien, terapi corticosteroid sistemik dapat dihentikan dalam seminggu ataui 10 hari, tetapi pada pasien lain gejalanya bisa memburuk jika dosisnya dikurangi lebih rendah. Untuk pencegahan asma malam hari corticosteroid oral atau per inhalasi merupakan cara yang paling efektif jika diberikan pada sore hari.
Bentuk aerosol adalah cara yang paling efektif untuk mengurangi efek samping sistemik dari terapi corticosteroid. Pengenalan pada corticosteroid yang larut dalan lemak seperti beclomethasone, triamoinolone, flunisolide, fluticasone, budesonide dan mometasone, memungkinkan pemberian corticosteroid pada jalan napas dengan absorbsi sistemik yang minimal. Rata-rata dosis harian beclomethasone empat puff dua kali sehari (400 µg/hari) sama dengan 10-15mg/hari prednison peroral untuk mengontrol asma, dengan efek sistemik yang lebih sedikit. Salah satu peringatan pada penggantian cara pemberian corticosteroid dari per oral ke per inhalasi pada pasien adalah dengan mengurangi bertahap terapi oral untuk mencegah terjadinya insufisiensi adrenal.
Penggunaan steroid per inhalasi dengan dosis tinggi dapat menyebabkan supresi adrenal, resiko toksisitas sistemik pada penggunaan kronis tidak bermakna bila dibandingkan dengan terapi oral corticosteroid yang digantikannya. Problem khusus penggunaan corticosteroid per inhalasi adalah terjadinya orofaringeal kandidiasis. Resiko komplikasi tersebut dapat dikurangi dengan menyuruh pasien berkumur dan meludahkannya setelah penggunaan pengobatan per inhalasi. Serak juga dapat terjadi sebagai efek local langsung pada pita suara pada penggunaan corticosteroid per inhalasi. Pada anak-anak terapi corticosterone inhalasi terbukti dapat memperlambat kecepatan pertumbuhan, tapi penyakit asma itu sendiri bisa memperlambat pubertas dan tidak ada bukti bahwa terapi corticosteroid per inhalasi mempengaruhi tinggi orang dewasa.
Penggunaan kronis corticosteroid per inhalasi terbukti efektif dalam mengurangi gejala dan meningkatkan fungsi paru pada pasien dengan asma ringan. Penggunaan corticosteroid tersebut juga mengurangi atau meniadakan perlunya corticosteroid oral pada pasien dengan penyakit yang lebih parah.
Berkebalikan dengan obat stimulans β dan theophylline, penggunaan kronis corticosteroid per inhalasi dapat mengurangi reaktivitas bronkial. Karena efektivitas dan keamanan corticosteroid per inhalasi, sekarang diresepkan untuk orang yang membutuhkan penggunaan lebih dari dosis yang lazim suatu agonis β untuk mengurangi gejala. Terapi tersebut berlanjut selama 10-12 minggu dan kemudian dihentikan untuk mengetahui perlunya terapi untuk diperpanjang atau tidak. Corticosteroid tidak menyembuhkan. Pada sebagian besar pasien, manifestasi asma bisa kembali dalam beberapa minngu setelah terapi dihentikan meskipun sudah digunakan dalam dosis tinggi selama 2 tahun atau lebih.

6. Penghambat Jalur Leukotriene
Karena terbukti leukotriene pada banyak penyakit inflamasi dan pada anafilaksis, setelah dilakukan usaha yang sungguh-sungguh untuk pengembamgan obat-obat yang menyakat sintesis turunan asam arakidonat atau reseptor mereka leukrotiene yang dihasilkan dari aksi 5 lypoxygenase pada asam arakidonat dan disintesis oleh suatu berbagai sel inflamasi di dalam jalan napas, termasuk eosinifil, sel mast, makrofag dan basofil. Leukotriene β4 adalah neutrofil kemoatraktan yang kuat, LTC4 dan LTD4 menyebabkan beberapa efek yang terjadi pada asma, termasuk bronkokonstriksi, peningkatan rektivitas bronchial, edema mukosa, dan hipersekresi mucus.
Efektivitas dalam menyakat respon jalan napas pada olahraga dan pada paparan antigen telah dibuktikan untuk obat-obat dalam kedua kategori: Zileuton, sebuah penghambat 5-Lipoxygenase serta Zafirlukast dan montelukast, antagonis reseptor-LTD4. semua obat tersebut telah terbukti efektif apabila digunakan secara teratur pada penelitian klinis pasien berobat jalan. Efeknya pada kaliber saluran udara, reaktivitas bronkial dan inflamasi jalan napas tidak sekuat efek kortikosteroid per inhalasi, tetapi mereka hampir sama efektif dalam mengurangi eksaserbasi. Obat tersebut dapat digunakan per oral. Montelukast disetujui untuk penggunaannya pada anak yang berumur sekitar 6 tahun.
Penelitian pada penghambat luekotriene telah membuktikan peran penting leukutrienen pada asma yang disebabakan aspirin. Telah diketahui sejak lama bahwa 5-10% penderita asmasangat sensitive terhadap aspirin, sehingga pemberianaspirin bahkan pada dosis yang sangat kecil dapat menyebabkan bronkokonstriksi yang aparah dan gejala rilis histamine sistemik seperti flushingdan kram perut
7. Obat Lain Untuk asma
a. Antibodi monoclonal Anti-IgE
Sebuah pendeketan pada baru pada pengobatan asma mengeksploitasi perkembangan biologi molekuler untuk target antibodi IgE.dari suatu lokasi koleksi antbodi monoclonal yang didapat dari tikus sebagai reaksi melawan antibody IgE itu sendiri, telah diseleksi antibody monnoklonal untuk ditargetkan melawan bagian IgE yangvterikat pada reseptornya( reseptor FCe-R1 dan -R2 ) pada sel mast dan sel-sel inflamasi yang lain.
Sebuah penelitian yang bertujuan mempelajari aktivitas antibody monoclonal anti-Ige yang telah dimanusiakan pada sukarelawan penderita asma membuktikan bahwa penggunan lebih dari sepuluh minggu dapat mennurunkan IgE plasma pada tingkat yang tidak terdeteksi dan secara bermakna menurunkan besarnya respons bronskhospatik pada paparan anti gen baik awalmaupan akhir ( Fahy etal,1997)

b. Penyakat kanal Kalsium (Ca)
Fungsi dari setiap sel yang diduga menjadi tidak normal pada penderita asma yaitu konstraksi otot polos jalan napas, sekresi lender dan beragam mediator, dan transmisi saraf sepanjang jalan napas, pada tingkat tertentu bergantung pada aliran kalsium ke dalam sel. Penyakit kanal tidak mempunyai efek pada diameter jalan napas dasar tetapi secara bermakna menghambat penyempitanjalan napas yang disebabkan oleh berbagai stimulus. Pada pasien, baik nifedipine maupun verapamil per inhalasi, secara bermakana menghambat bronkokonstriksi yang disebabkan oleh olahraga, hiperventilasi atau inhalasi histamine aerosol, methacholine atau antigen tetapi sangat kurang efektif bila dibandingkan dengan albuterol per inhalasi.

c. Donor Nitric Oxide
Studi awal pada hewan coba menimbulkandugaan bahwa otot polos jalan napas, seperti pada vaskulatur, dapat direlaksasi secara efektif oleh nictric oxide. Obat yang sangat lipofilik tersebut dapat dihirup seperti gas pada asma akut dan dapat melebarkan pembuluh darah paru-paru dan juga otot polos jalan napas. Meskipun terbukti bermanfaat untuk asma akut yang parah tetapi lebih banyak digunakan pada hopertensi paru.

d. Pembuka Kanal Kalium (Potassium)
Cromokalim adalah obat dalam penelitian dengan efek vasodilator yang diduga sebagian berasal dari penyakatan adrenoseptor-alfa dan sebgian berasal dari terjadinya hiperpolarisasi langsung se-sel otot polos oleh aktivasi kanal kalium. Hiperpolarisasi serupa diduga dapat terejadi pada otot polos jalan napas. Walaupun relaksasi otot jalan napas dapat dengan mudah dibuktikan invitro, tetapi pada pasien asma didapat hasil yang bertentangan (Kidney et.al.,1993).

e. Terapi yang Mungkin Dilakukan di Masa Datang
Perkembangan deskripsi ilmiah yang cepat dari imunopatogenesis asma telah memacu perkembangan banyak terapi baru dengan sasaran situs yang berbeda dalam aliran imun (imun cascade). Termasuk di dalamnya antibodi monoklonal yang ditujukan terhadap cytokine TH2 (IL-4,IL-5), antagonis molekul-molekul adhesi sel, penghambat protease dan immunomodulatoryang bertujuan mengeser limfosit CD4 dari TH2 ke fenotip TH1.

C. Farmakologi Klinik Obat-Obat Yang Digunakan Dalam Pengobatan Asma
1. Bronkodilator
Pasien-pasien dengan asma ringan dan yang hanya dengan gejala-gejala musiman hanya membutuhkantidak lebih dari agonis resptor-β per inhalasi (seperti albuterol) yang digunakan hanya pada “saat-saat dibutuhkan saja”. Theopylline pada saat ini banyak digunakan untuk pasien-pasien dimana gejala-gejalanya tetap sulit dikontrol kendati telah digunakan kombinasi pengobatan regular dengan memakai obat antiinflamasi per inhalasi dan pengnaan agonis β2 seprlunya.


2. Corticosteroid
Apabila gejala-gejala asma sering terjadi atau terjadi hambatan fungsi karena obstruksi saluran udara yang menetap walaupun telah diberikan terapi bronkodilator, maka sebaiknya dimulai penggunaan corticosteroid per inhalasi. Untuk pasien-pasien dengan gejala-gejala yang parah atau dengan obstruksi salurtan udara yang parah (misalnya FEV 1 < 1.5 L) lebih tepat pengobatab awal dengan corticosteroid oral (30 mg/hari prednisone selama 3 minggu). Segera setelah terjadi kemajuan klinis, sebaiknya dimulai pengobatan corticosteroid per inhalasi dan dosis oral diturunkan sampai batas minimum untuk mengontrol gejala yang timbul.
Pada pasien yang gejalanya tidak dapat dikendalikan dengan dosis standar corticosteroid dengan inhalasi, penambahan agonis reseptor-β per inhalasi yang bermasa kerja lama (salmeterol,formoterol) akan lebih efektif dari pada menggandakan dosis corticosteroid per inhalasi. Pasien tidak menghentikan penggunaan corticosteroid inhalasi dan hanya menngunakan agonis- β bermasa kerja lama, karena eksaserbasi tidak dapat dicegah hanya dengan terpi tunggal. Agonis-β bermasa kerja lama sehingga diduga dapat meningkatkan efek lokal dan bukan sistemik corticosteroid per inhalasi. Maka inhaler yang mengandung kedua obat ini telah dikembangkan.

3. Cromolyn dan Nedocromil
Dapat dipertimbangkan sebagai alternative untuk corticosteroid per inhalasi bagi pasien-pasien dengan gejala yang lebihdari dua kali dalam seminggu atau bagi pasien yang terbangun dari tidur disebabkan oleh asma. Obat-obat tersebut juga berguna bagi pasiern dengan gejala musiman atau setelah stimulus yang jelas seprti olahraga atau terpapar pada ketombe hewan atau iritan. Pada pasien dengan gejala terus-menerus ,manfaat obat-obat tersebut hanya dapat ditetapkan dengan suatu percobaan terapeutik dengan obat inhalasi empat kali sehari selama empat minggu.

4. Antagonis Muskarinik
Antagonis muskarinik per inhalasi sejauh ini mendapat tempat terbatas pada pengobatan asma. Apabila digunakan pada dosis yang adekuat, efeknya pada resistensi jalan napas dasar hampir sama dengan efek obat-obat simpatomimetik. Pada pengobatan antagonis muskarinik untuk pengobatan jangka panjang mereka terbukti merupakan bronkodilatoryang efektif. Meskipun telah diduga sebelumnya bahwa antagonis muskarinik dapat menyebabkan kekeringan sekresi jalan napas, tetapi penghitungan langsung volume cairan sekresi kelenjar submukosa jalan napas tunggal pada hewan coba membuktikan bahwa atropine hanya sedikit menurunkan kecepatan sekresi; meskipundengan demikian, obat tersebut benar-benar dapat mencegah sekresi berlebihan yang disebabkan oleh stimulasi refleks vagal.

5. Terapi-Terapi Antiinflamasi Lainnya
Beberapa laporan baru mengungkapkan bahwa bahan-bahan yang lazim dugunakan untuk mengobati arthritis reumatid dapat digunakan untuk mengobati pasien asma dengan ketrgantungan steroid yang kronis. Pengobatan kronis dengan corticosteroid oral dapat menyebabkan osteoporosis, katarak, intoleransi glukosa, memburuknya hipertensi, dan perubahan cushingoid dalam penampilan.

6. Manejemen Asma Akut
Pengobatan serangan asma akut pada pasien yang dilaporkan ke rumah sakit membutuhkan penilaian yang lebih berkesinambungan dan pengukuran objektif berulang tetang fungsi paru. Bagi pasien yang mmengalami serangan ringan, inhalasi agonis reseptor-β sama efektif dengan injeksi ephinephrine subkutan. Kedua jenis pengobatan tersebut lebih efektif dari pada penggunaan aminophylline intravena. Serangan yang parah membutuhkan perawatan dengan oksigen, penggunaan albuterol aerosol yang sering atau teru menerus, dan perawwtan sistemik dengan prednisone atau methylprednisolone (0,5 mg/kg setiap 6 jam).

II. INFLUENZA
A. Patogenesis influenza

B.


BAB III
PENUTUP

Asma merupakan penyakit yang disebabkan oleh antibody-antibodi reagenik (IgE) yang terikat pada sel-sel mast dalam mukosa jalan napas. Asma dapat diobati secara efektif dengan menggunakan obat-obat yang bekerja dengan mekanisme yang berbeda.
Obat yang pengelolaan asma adalah:
1. Cromolyn dan Nedocromyl
2. Obat-Obat Methylxanthine
3. Obat-Obat Simpatomimetik
4. Antagonis Antimuskarinik
5. Corticosteroid
6. Penghambat Jalur Leukotriene
Selain itu ada obat lain yang diguanakan seperti antibodi monoclonal Anti-IgE, penyakat kanal Kalsium (Ca), donor Nitric Oxide, pembuka kanal kalium (Potassium). Obat yang paling sering digunakan pada pengelolaan asma adalah agonis adrenoreseptor (digunakan untuk meringankan atau bronkodilatator) dan corticosteroid perinhalasi (digunakan sebagai pengendali atau antiinfalamasi).




DAFTAR PUSTAKA

Katzung, Bertram G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika.

http://www.medicastore.com/asma/pengobatan_asma.htm diunduh pada tanggal 13 November 2008.

http://www.medicastore.com/apotik_online/obat_saluran_nafas/obat_asma.htm diunduh pada tanggal 13 November 2008.

http://victor-health.blogspot.com/2008/08/obat-asma-1.html diunduh pada tanggal 13 November 2008.

kontrasepsi

BAB I
PENDAHULUAN

Program KB nasional bertujuan ganda, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan Ibu dan Anak serta mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pengendalian pertumbuhan penduduk Indonesia.
Dalam mencapai tujuan tersebut tujuan Keluarga Berencana, sejak awal Repelita V (tahun 1989/1990) telah berkembang menjadi Gerakan Keluarga Berencana masyarakat. Sejalan dengan perkembangan program, baik secara kualitas maupun kuantitas telah menunjukkan hasil yang cukup menggembirakan.
Sedangkan secara kualitas, pelayanan kontrasepsi semakin mantap serta jumlah PUS muda semakin meningkat dalam keikutsertaan ber-KB. Hal ini didukung pula adanya peningkatan kemandirian masyarakat unuk berpartisipasi dalam ber-KB, sehingga proses pelembagaan NKKBS menjadi semakin mantap.
Pada tahap kesatu daripada pembangunan KB yang dilaksanakan secara terkoordinasi dengan berbagai sektor pembangunan dan masyarakat selama 20 tahun, telah berhasil menanamkan konsep keluarga kecil di dalam masyarakat luas. Pada awal pelaksanaan program yaitu pada tahun 1970, TFR (Total Fertility Rate) adalah sebesar 5,605 anak dan telah berhasil diturunkan menjadi 3,022 pada 1991. Beberapa propinsi bahkan telah memasuki era penduduk tumbuh seimbang (PTS) yang diukur dengan TFR antara 2,0 – 2,4.
Dalam upaya menunjang keberhasilan Gerakan KB Nasional yaitu tercapai kondisi pertumbuhan Penduduk Tumbuh Seimbang/Penduduk Tanpa Pertumbuhan (PTS/PTP) pada abad 21, maka pada tahun 2000 – 2005, diharapkan rata-rata setiap keluarga mempunyai anak perempuan satu atau NRR = 1, dan rata-rata setiap keluarga mempunyai anak dua atau TFR sekitar 2, maka perlu peningkatan pelayanan kontrasepsi di lapangan dengan penekanan pada penggunaan Metode Kontrasepsi Efektif dan semangat kemandirian.




















BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kontrasepsi
Kontrasepsi berasal dari kata : kontra berarti mencegah atau melawan, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur (sel wanita) yang matang dengan sel sperma (sel pria) yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur yang matang dengan sel sperma tersebut.

B. Macam-Macam Metode Kontrasepsi
I. Metode Sederhana
1. Tanpa Alat
a. KB Alamiah = Natural Family Planning
= Fertility Awareness Methods
= Periodik Abstinens
= Metode Rhythm
= Pantag Berkala
 Metode Kalender (Ogino-Knaus)
 Metode Suhu Badan Basal (Termal)
 Metode Lendir Serviks (Billings)
 Metode Simpto-Termal
b. Coitus Interruptus
2. Dengan Alat
a. Mekanis (Barrier)
 Kondom Pria
 Barier Intra-vaginal:
 Diafragma
 Kap Serviks (cervical cap)
 Spons (Sponge)
 Kondom wanita
b. Kimiawi
 Spermisid
 Vaginal cream
 Vaginal foam
 Vaginal jelly
 Vaginal suppositoria
 Vaginal tablet (busa)
 Vaginal soluble film

II. Metode Modern
1. Kontrasepsi Hormonal
a. Per-oral:
 Pil Oral Kombinasi (POK)
 Mini-pil
 Morning-after pill
b. Injeksi/Suntikan
(DMPA, NET-EN, Microspheres, Microcapsules)
c. Sub-kutis: Implant
(Alat Kontrasepsi Bawah Kulit -= AKBR)
 Implant Non-biodegradable
(Norplant, Norplant-2, ST-1435, Implanon)
 Implant biodegradable
(Capronor, Pellets)
2. Intra Uterine Devices (IUD, AKDR)


3. Kontrasepsi Mantap:
a. Pada Wanita
 Penyinaran
 Radiasi sinar-X, Radium, Cobalt, dll
 Sinar laser
 Operatif Medis Operatif wanita
 Ligasi tuba fallopii
 Elektro-koagulasi tuba fallopii
 Fimbriektomi
 Salpingektomi
 Ovarektomi bilateral
 Histerektomi
 Fimbriotexy (Fimbrial Cap)
 Ovariotexy
 Penyumbatan Tuba Fallopii Secara Mekanis
 Penjepitan tuba fallopii
= Hemoclip
= Tubal band/ falope Ring/ Yoon band
= Spring-loaded clip
= Filshie clip
 Solid Plugs (Intra Tubal Devices)
= Solid Silastic Intra-tubal Device
= Polyethylene Plug
= Ceramic dan Proplast Plugs
= Dacron dan Teflon Plugs


 Penyumbatan Tuba Fallopii secara kimiawi
= Phenol (Carbolic acid) compounds
= Quinacrine
= Mehyl-2-cyanoacrylate (MCA)
= Ag-nitrat
= Gelatin-Resorcinol-Formaldehid (GFR)
= Ovabloc
b. Pada Pria
 Operatif Medis Operatif pria
 Vasektomi/vasektomi tanpa pisau
 Penyumbatan vas deferens secara mekanis
 Penjepitan vas deferens
= Vaso-clips
 Plugs
 Intrab Vas Devices
= Intra Vasal Thread (IVT)
= Reversible Intravasal Device (R-IVD)
= Shug
 Vas Valves
= Phaser (Bionyx Control)
= Reversible Intravasal Oclusive Devices (RIOD)
 Penyumbatan vas deferens secara kimiawi
 Quinacrine
 Ethanol
 Ag-nitrat

Penelitian-penelitian metode baru kontrasepsi
Penelitian-penelitian untuk menemukan metode baru kontrasepsi yang lebih efektif, aman dan sebagainya, masih terus berlanjut hingga saat ini, antara lain:
1. Pada Wanita
a. Cincin vagina (Vaginal Ring) dengan hormon
b. Vaksin Kontrasepsi/ vaksin antifertilitas
c. IUD berdaya-kerja panjang dengan hormon progestin
d. Kriosirurgi (Cryo-surgery) uterus (transervical)
2. Pada Pria
a. Gossypol
b. LHRH Analogues
c. Hormon-hormon steroid berdaya-kerja panjang
d. Inhibin

Metode kontrasepsi yang akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini adalah metode kontrasepsi yang memiki kaitan dengan farmakologi, yaitu :
1. Kontrasepsi Kimiawi
2. Kontrasepsi Hormonal

C. Kontrasepsi Kimiawi
Adalah zat-zat kimia yang kerjanya melumpuhkan spermatozoa di dalam vagina sebelum spermatozoa bergerak ke dalam traktus genitalia internal.
Cara Kerja:
Mekanis: Menghalangi spermatozoa.
Kimiawi: Immobilisasi/mematikan spermatozoa.

Keuntungan Spermisid Vaginal:
1. Aman.
2. Sebagai kontrasepsi pengganti/cadangan untuk wanita dengan kontra-indikasi pemakaian Pil-oral, IUD dll.
3. Efek pelumasan pada wanita yang mendekati menopause disamping efek proteksi terhadap kemungkinan menjadi hamil.
4. Tidak memerlukan supervise medik.
5.
Kerugian Spermisid Vagina:
1. Angka kegagalan relatif tinggi (umumnya kegagalan disebabkan oleh pemakaian yang tidak konsisten).
2. Harus digunakan segera sebelum senggama, bahkan ada spermisid vagina yang perlu waktu 5-30 menit agar spermisidnya sudah bekerja, sehingga mengganggu “main cinta” pasangan tersebut.
3. Karena harus diletakkan dalam-dalam/tinggi di vagina, ada wanita yang segan untuk melakukannya.
4. Harus diberikan berulang-kali untuk sengggama yang berturut-turut.
5. Dapat menimbulkan iritasi rasa panas/terbakar pada beberapa wanita.

Tiap spermisid vagina memiliki dua komponen:
1. Zat pembawa/pengangkut (vehicle, carrier) yang inert.
2. Zat spermisid yang aktif.

1. Zat pembawa/pengangkut yang inert
Ada 7 macam zat pembawa/pengangkut, yaitu:
a. Jelly
o Dibuat dari bahan yang larut dalam air, misalnya gelatin.
o Akan mencair pada suhu badan dan dengan cepat menyebar di dalam vagina.
o Daya perlindungan dicapai segera setelah pemberian.
b. Cream
o Dibuat dari lemak yang tidak larut dalam air, misalnya gliserin, stearat.
o Setelah dimasukkan ke dalam vagina, cream tetap berada pada tempatnya dan tidak menyebar lebih jauh.
o Daya perlindungan dicapai segera setelah pemberian.
c. Foam/busa
o Akan mengisi vagina dengan gelembung-gelembung busa yang mengandung spermisid-nya.
d. Tablet busa
o Dengan adanya secret vagina, tablet busa akan menghasikan CO2 yang selanjutnya akan menyebarkan spermisid-nya.
o Memerlukan waktu 10 menit sebelum boleh bersenggama.
o Tablet busa yang terkenal: tablet Neo Sampoon.
e. Supositoria yang akan meleleh (Melting supositoria)
o Dapat berbentuk yang larut air atau yang berbahan dasar lilin yang tidak larut dalam air.
o Akan meleleh pada suhu badan.
o Perlu menunggu 5-30 menit sebelum bersenggama.
f. Supositoria busa
o Seperti tablet busa, dengan adanya sekret vagina akan menghasilkan gelembung-gelembung CO2 yang akan menyebarkan spermisid-nya.
o Memerlukan waktu 10 menit sebelum bersengggama.
g. Soluble film
o Memakai polyvinyl alcohol dan gliseril atau bahan-bahan lainnya.
o Berbentuk plastik menyerupai kertas, berukuran 2x2 inci, mengandung 72 mg nonoxynol-9, dilipat sekali kemudian dimasukkan ke dalam vagina 5 menit sebelum bersenggama.
o Contohnya: C-film (di Eropa dan USA).
KARAKTERISTIK DARI SPERMISID VAGINA
JENIS DISTRIBUSI VAGINAL WAKTU DISTRIBUSI PELIPUTAN SERVIKS LAMA EFEK KONTAMINASI PERINEAL IRITASI PERINEAL
Cream

Jelly

Foam/busa

Tablet busa

Supositoria busa

Supositoria

Uniform

Uniform

Uniform


Ireguler


Ireguler



Ireguler
Segera

Segera

Segera


Variabel 10-15 menit

Variabel



Variabel Ya

Ya

Ya


Variabel


Variabel



Variabel
Min 1 jam

Min 1 jam

Min 1 jam


Min 1 jam


Min 30 menit


Minimal Moderat

Moderat sampai signifikan
Moderat sampai minimal

Minimal


Moderat



Moderat


Minimal

Minimal

Minimal


Signifikan


Minimal



Minimal

2. Zat spermisid yang aktif
Ada tiga golongan berdasarkan daya kerjanya:
a. Surfactants
o Surface acting agents = zat-zat kimiawi yang bekerja pada permukaan sel.
o Menempel pada spermatozoa lalu menghambat pengambilan oksigen dan fructolysis.
o Aksi primernya adalah memecah dinding sel spermatozoa.
o Yang sekarang sering dipakai:
 Nonoxynol-9
 Octoxynol-9
 Menfegol (Neo Sampoon)
b. Bacterisidal
o Bekerja dengan menggabungkan diri dengan gugus sulfur dan hydrogen di dalam spermatozoa, sehingga mengganggu metabolisme sel spermatozoa.
o Contohnya: Phenyl Mercuric Asetat (PMA).
c. Derajat keasaman yang tinggi
o Contohnya: Asam laktat, Asam borat, asam citrun dll.

Cara pemakaian Spermisid Vagina yang Benar
Agar supaya mendapatkan efektifitas yang sebesar-besarnya, spermisid harus digunakan dengan benar pada setiap senggama:
1. Letakkan spermisid-nya setinggi/sedalam mungkin di dalam vagina, sehingga akan menutupi serviks.
2. Tunggulah waktu yang ditentukan/diperlukan sebelum mulai bersenggama, agar supaya spermisid-nya telah tersebar dengan baik di dalam vagina bagian atas dan sekeliing serviks.
3. Gunakan spermisid tambahan setiap kali mengulangi senggama pada saat yang sama.
4. Jangan melakukan pembilasan vagina (douching) paling sedikit 6-8 jam setelah senggama selesai.
Catatan:
Pembilasan vagina (douching) tidak boleh dianggap sebagai metode kontrasepsi yang dapat dipercaya, karena spermatozoa dengan cepat akan masuk ke dalam kanalis servikalis, dan sudah berada di dalam uterus dan tuba fallopii dalam waktu 15-90 detik setelah ejakulasi.

Indikasi Spermisid Vagina
1. Tambahan/adjuvant pada metode barrier (kondom, diafragma)
2. Tambahan/adjuvant pada metode rhytm.
3. Tambahan/adjuvant pada IUD selama masa subur.
4. Tambahan/adjuvant pada kontrasepsi hormonal pada saat awal dari siklus pertama atau bila lupa minum 2 tablet atau lebih.
5. Sebagai metode temporer sebelum menggunakan metode sistematik atau sebelum insersi IUD.
6. Fertilitas rendah atau tersangka infertil pada wanita yang telah dapat/bersedia menggunakan metode barier.
7. Senggama yang jarang.

Kontra-Indikasi
1. Absolut
a. Kebutuhan akan suatu metode dengan efektifitas tinggi karena alasan kesehatan pribadi, sosial.
b. Penghentian seksual foreplay akan menghambat/menghalangi minat seksual.
c. Ketidakmampuan penerimaan estetik pada salah satu partner.
d. Alergi terhadap isi spermisid.
e. Alergi lokal kronis, kontak dermatitis genitalia, eksema genitalia, psoriasis genetalia, dermatosis genetalia, dll.
2. Relatif
a. Penghentian seksual foreplay akan mengganggu senggama.
b. Fertilitas tinggi.
c. Dispareunia.
d. Vaginismus .


3. Temporer
a. Vaginitis akut/subakut oleh karena sebab apapun meskipun sedang dalam pengobatan.
b. Penyakit menular aktif/tersangka.
c. Kondiloma akuminata, dermatitis simplek, pruritus genitalis, herpes genitalia.
d. Urethritis, sistitis, disuria, pyuria.

Efektifitas:
Angka kegagalan: 11-31 %
Efek Samping dan Komplikasi:
1. Belum pernah dilaporkan terjadinya efek samping yang serius (spermisid telah dipakai selama > 60 th).
2. Yang mungkin terjadi:
a. Reaksi alergi, baik pada wanita maupun pria.
b. Suppositoria tidak meleleh atau tidak membentuk busa di dalam vagina.
3. Yang masih menjadi kontroversi adalah kemungkinan terjadinya:
a. Kelainan congenital janin (efek teratogenik).
b. Perubahan air susu ibu.
c. Efek sisitemik (masuknya spermisid ke dalam aliran darah).
Tetapi sampai saat ini belum ditemukan bukti-bukti yang menyokong hal-hal tersebut.
Efek Non-Kontraseptif:
1. In-vitro spermisid dapat membunuh mikro-organisme yang bertanggung jawab atas terjadinya penyakit akibat hubungan seksual, termasuk Gonorrea, Trichomonas, Herpes dan Chlamydia, dan juga membunuh HIV.
2. Maka sekarang dianjurkan untuk menggunakan spermicidal latex kondom (telah beredar di USA kondom latex + spermisid nonoxynol-9) dalam upaya menambah perlindungan terhadap penularan HIV.
3. Kemungkinan timbulnya PID pun lebih kecil.

D. Kontrasepsi Hormonal
1. Latar Belakang
Baru pada awal tahun 1930-an para peneliti mengumpulkan cukup banyak informasi mengenai siklus haid dalam hubungannya dengan waktu senggamayang mungkin sekali menghasilkan konsepsi.
Tahun 1934 Corner dan Beard menemukan dan mengisolasistruktur progesterone. Tahun 1937 Makepeace menemukan bahwaprogesteron mempunyai daya penghambat ovulasi pada kelinci.
Akhirnya sekitar pertengahan tahun 1950-an untuk pertama kalinya diperkenalkan kontrasepsi Pil oral. Sejak sat itu sampai sekarang terdapat kecenderungan makin rendahnya dosis dari komponen estrogen dan progesterone di dalam pil.
Pada awal tahun 1960-an, pil oral mengandung 50-150 mcg estrogen dan 1-10 mcg progesterone.
Pada akhir tahun 1960-an diketahui dengan jelas bahwa efek samping, baik yang berat maupun yang ringan, kebanyakan mempunyai hubungan dengan dosis ekstrogen.
Pada saat ini, umumnya pil mengandung 30-50 mcg estrogen dan 1 mcg atau kurang progesterone.
Mini-pil, yang tersedia sejak tahun 1973, bahkan tidak mengandung estrogen, dan kadar progesterone-nya < 1 mcg.
Peranan kadar progesterone semakin mendapat perhatian pada tahun 1980-an. Efek kurang menguntungkan dari progesterone terhadap kadar lemak darah, menyebabkan kadar progesterone semakin dikurangi dengan harapan akan mengurangi risiko penyakit kardio-vaskuler yang berhubungan dengan pemakaian pil.
Pengetahuan tentang daya kerja kontraseptif dari progesterone, menghasilkan sejumlah penemuan baru yang hanya berisikan progesterone saja, misalnya Mini-pil, suntikan, IUD yang mengandung progesterone, Implant dan Vaginal-ring yang mengandung progesterone.
Para peneliti juga sedang meneliti pendekatan hormonal lainnya untuk mengontrol kesuburan wanita, antara lain GnRH-antagonist yang menekan sekresi GnRH (Gonadotropin Releasing Hormon yang dihasilkan oleh Hipotamulus). Tetapi zat ini juga menimbulkan persoalan lain yaitu terjadinya hypoestrogenism yang selanjutnya mempengaruhi keseimbangan mineral di dalam tulang atau menyebabkan keadaan menopause-buatan.
Yang juga sedang diteliti adalah metode untuk mengatur fertilitas pria. Testosterone eksogen dan progesterone dapat menghambat spermatogenesis. Tetapi karena diperlukan pengobatan jangka panjang untuk mencapai keadaan azoospermia, akibatnya juga timbul efek samping lainnya seperti berkurangnya libido, berkurangnya ”kejantanan” dan efek-efek sistemik lainnya yang tidak dikehendaki.
Antusiasme yang berlebihan terhadap Gossypol, suatu kontrasepsi oral non-hormonal untuk pria (di RRC) akhirnya berubah menjadi rasa pessimism. Senyawa ini menyebabkan azoospermia tanpa mempengaruhi kadar testosterone maupun gonadotropin, tetapi dijumpai efek samping serius lainnya seperti hipokalemia (mempengaruhi fungsi otot dan ginjal). Dan keadaan infertile yang berkepanjangan dapat juga timbul setelah obatnya dihentikan.
Sampai saat ini usaha-usaha untuk menemukan metode kontrasepsi yang efektif, aman, dan reVersibel untuk pria, kemajuan penelitiannya berjalan sangat lambat dan pengharapan-pengharapannya (kalaupun aada) sedikit sekali.




2. Mekanisme Kerja Kontrasepsi Hormon Steroid
Kontrasepsi hormonal mempengaruhi :
a. Ovulasi
b. Implantasi
c. Transport gamet
d. Fungsi corpus luteum
e. Lender serviks

1. Ovulasi
Estrogen menghambat Mekanisme Kerja Estrogen
a. ovulasi melalui efek pada hipotalamus, yang kemudian mengakibatkan suppresi pada FSH dan LH kelenjar hipofise.
b. Penghambatan tersebut tampak dari tidak adanya estrogen pada pertengahan siklus, tidak adanya puncak-puncak FSH dan LH pada pertengahan siklus dan suppresi post-ovulasi peninggian progesterone dalam serum dan pregnanediol dalam urine yang terjadi dalam keadaan normal.
c. Ovulasi pun tidak selalu dihambat oleh estrogen dalam pil oral kombinasi (yang berisi estrogen 50 mcg atau kurang), karena estrogen mungkin hanya efektif 95-98% dalam menghambat ovulasi dan keadaan efektivitas hampir 100% disebabkan oleh efek kuat progesterone sebagai tambahan dalam menghambat ovulasi oleh estrogen, yaitu karena efek progesterone pada lender serviks dan lingkungan endometrium serta tuba.
d. Produksi hormone-endogenous memang dihambat tetapi tidak seluruhnya. Masih ada sedikit estrogen yang dihasilkan ovarium seperti fase folikuler dini siklus haid.

2. Implantasi
a. Implantsi dari blastocyst yang sedang berkembang terjadi 6 hari setelah fertilisasi, dan ini dapat dihambat bila lingkungan endometrium tidak berada dalam keadaan optimal. Kadar estrogen atau progesterone yang berlebihan atau kurang/inadekuat atau keseimbangan estrogen-progesteron yang tidak tepat, menyebabkan pola endometrium yang abnormal sehingga menjadi tidak baik untuk implantasi.
b. Implantasi dari ovum yang telah dibuahi juga dapat dihambat oleh estrogen dosis tinggi (diethylstilbestrol, ethinyl estradiol) yang diberikan sekitar pertengahan siklus pada senggama yang tidak dilindungi dan ini disebabkan karena terganggunya perkembangan endometrium yang normal. Efek inilah yang rupanya menjadi dasar bagi metode kontrasepsi paska senggama/post-coital.

3. Transport Gamet/Ovum
a. Pada percobaan binatang, transport gamet/ovum dipercepat oleh estrogen, dan ini disebabkan karena efek hormonal pada sekresi dan peristaltic tuba serta kontraktilitas uterus.

4. Luteolysis
a. Yaitu degenerasi dari corpus luteum, yang menyebabkan penurunan yang cepat dari produksi estrogen dan progesterone oleh ovarium, yang selanjutkan meyebabkan dilepaskanya/dibuangnya jaringan eondometrium. Untuk kelangsungan kehamilan yang baik diperlukan fungsi corpus luteum yang baik.
b. Degenerasi dari corpus luteum menyababkab penurunan kadar progesterone serum dan selanjutnya mencegah implantasi yang normal, merupakan efek yang mungkin disebabkan oleh pemberian estrogen dosis tinggi pasca-senggama.

Mekanisme Kerja Progesteron
1. Ovulasi
a. Ovulasi mungkin dapat dihambat karena terganggunya fungsi poros hipotalamus-hypophyse-ovarium dank arena modifikasi dari FSH dan LH pada pertengahan siklus yang disebabkan oleh progesterone.

2. Implantasi
a. Implantasi mungkin dapat dicegah bila diberikan progesterone pra-ovulasi. Ini yang menjadi dasar untuk membuat IUD yang mengandung progesterone.
b. Pemberian progesterone-eksogenous dapat menggangu kadar puncak FSH dan LH, sehingga meskipun terjad ovulasi, produksi progesterone yang kurang dari corpus luteum menyebabkan penghambatan dari implantasi.
c. Pemberian progesterone secara sistemik dan untuk jangka waktu yang lama menyebabkan endometrium mengalami keadaan “istirahat” dan atropi.

3. Transpor Gamet/Ovum
a. Pengangkutan ovum dapat diperlambat bila diberikan progesterone sebelum terjadi fertilisasi.
b. Pengangkutan ovum yang lambat dapat menyababkan peninggian insidens implantasi ektopik (tubal) pada wanita yang memakai kontrasepsi yang hanya mengandung progesterone.

4. Luteolysis
a. Pemberian jamgka lama progesterone saja mungkin menyababkan fungsi corpus luteum yang tidak adekuat pada siklus haid yang mempunyai ovulasi.

5. Lendir Serviks yang kental
a. Dalam 48 jam setelah pemberiaan progesterone sudah tampak lendir serviks yang kental, sehingga mobilitas dan daya penetrasi dari spermatozoa sangat terlambat.
b. Lender serviks yang “bermusuhan atau tidak ramah” untuk spermatozoa adalah lender yang jumlahnya sedikit, kental, dan seluler serta kurang menunjukan ferning dan spinnbarkeit

Macam-macam Kontrasepsi Hormonal Steroid
I. a. Pil Oral Kombinasi (POK)
- mengandung estrogen dan progesterone
- terdapat macam-macam POK:
- monophasic
Jumlah dan proporsi hormonnya konstan setiap hari
- multiphasic
Dosis hormone bervariasi setiap hari dalam satu siklus. Contoh : pil biphasic dan pil triphasic

b. Pil Sequential
- terdiri dari estrogen saja untuk 14-16 hari
- disusul tablet kombinasi untuk 5-7 hari
c. Pil Serial
- sama seperti pil sequential, hanya ditambah dengan 7 tablet placebo agar menjadi 28 tablet.
d. Pil Incremental
- - estrogen dosis rendah sejak hari pertama siklus, yang perlahan-lahan dinaikan mencapai 0,1 mcg.
- progesterone hanya diberikan pada 5 hari terakhir

II. Kontrasepsi Mengandung Progestin saja

a. Progesterone jenis sama = Mini-Pill
b. Suntikan
c. IUD yang mengandung progestin
d. Implant
e. Vaginal-ring = cincin vagina

III. Kontrasepsi Post-coital
a. Morning-after-Pill
a) Pil Oral Kombinasi (POK)
Pendahuluan
Siklus reproduksi wanita memerlukan kira-kira 28 hari untuk menyiapkan dan melepaskan ovum pada pertengahan siklus; mempersiapkan lingkungan uterus dan bila tidak terjadi konsepsi, pengeluaran darah dan jaringan dari uterus yang dikenal sebagai haid(menstruasi).
Meskipun kebanyakan wanita hanya mengetahui hasil akhir yang dikenal sebagai haid (menstruasi)saja, sebenarnya puncak biologic dari dari siklus adalah ovulasi yaitu pelepasan ovum yang sudah matang dari folikel de Graaf kir-kira 14 hari sebelum haid yang akan datang.
Hormone yang mengatur siklus haid adalah estrogen dan progesterone. Kedua hormone ini dikontrol oleh hormone-hormon lain yang dibuat diotak, dan dikenal sebagai releasing factors. Selama siklus tanpa kehamilan, kadar estrogen dan progesterone bervariasi dari hari ke hari. Bila salah satu hormone mencapai puncaknya, suatu mekanisme umpan balik (feedback)menyebabkan hipotalamus kemudian kelenjar hipofisis mengirimkan isyarat-isyarat kepada ovarium untuk mengurangi sekresi dari hormone tersebut dan menambah sekresi hormone lainya.
Bila terjadi kehamilan estrogen dan progesterone akan tetap dibuat bahkan dalam jumlah yang lebih banyak tetapi tanpa adanya puncak-puncak siklis, sehingga akan mencegah ovulasi selanjutnya.
Dasar dari Pil-oral adalah meniru proses-proses alamiah. Pil oralakan menggantikan produksi normal estrogen dan progesterone oleh ovarium. Pil oral akan menekan hormone ovarium selama siklus haid yang normal, sehingga juga menekan releasing-factors di otak dan akhirnya mencegah ovulasi.


Mekanisme Kontraseptif Sekunder
Pil oral harus diminum setiap hari agar efektif karena mereka dimetabolisir dalam 24 jam. Bila akseptor lupa minum 1 atau 2 tablet, maka mungkin terjadi peniggian hormone-hormon alamiah, sehingga menyebabkan ovum matang dilepaskan.
Preparat hormone steroid juga menyediakan mekanisme kontraseptif sekunder yang dapat melindungi dari kehamilan meskipun terjadi ovulasi.

Meniru Keadaan Alamiah
Pemberian Pil-oral bukan saja mencegah ovulasi, tetapi juga menyebabkan gejala-gejala “pseudo-pregnancy” seperti mual, muntah, payudara membesar dan rasa nyeri.
Meskipun secara biologic efek dari pil oral adalah sama dengan efek kehamilan dan amenorrhoe-laktasi.

Estrogen dan Progestin dalam POK
1. Estrogen dalam POK
Yang dipakai adalah 2 senyawa estrogen :
1. Ethinyl estradiol (EE)
2. Mestranol (diubah dihepar menjadi EE yang aktif)
Dosis yang umum dipakai saat ini : 20-100 mcg dan yang paling banyak dipakai : 30-35 mcg EE.
Menurut penelitian Heinen (Heinen pyramid)
EE = 1,2 – 1,4 x lebih kuat daripada Mestranol
2. Progestin dalam POK
Senyawa progestin yang dipakai saat ini adalah :
Kelompok Norethindrone : Kelompok Norgestrel :
1. Norethindrone 1. Norgestrel
2. Norethindrone asetat 2. Levonorgestrel
3. Ethynodiol diasetat 3. Desogestrel
4. Lynestrenol 4. Gestodene
5. Norethynodrel
Dosis progestin dari kelompok Norethindrone bervariasi antara 0,4 – 2 mg. Dosis progestin dari kelompok Noregestrel bervariasi antara 0,05 – 0,15 mg.


Kontra-Indikasi POK
1. Kontra-Indikasi Absolut :
a. Trombophlebitis atau kelainan trombo-emboli lain
b. Kelainan cerebro-vaskular
c. Penyakit jantung iskemik/penyakit A. koroner
d. Karsinoma payudara
e. Neoplasma yang tergantung pada estrogen
f. Kehamilan
g. Tumor hepar (jinak atau ganas)
h. Perdarahan abnormal dari genetalia yang tidak diketahui penyebabnya

2. Kontra-Indikasi Relatif-Kuat :
a. Sakit kepala berat, trauma yang vaskuler atau migraine
b. Hipertensi
c. Diabetes mellitus
d. Penyakit kandung empedu yang aktif
e. Fase akut Mononucleosis
f. Penyakit Sickle cell atau penyakit Sickle C.
g. Rencana operasi besar elektif dalam 4 minggu mendatang atau operasi besar yang memerlukan immobilisasi
h. Tungkai bawah yang di gips untuk waktu lama atau ruda paksa pada tungkai bawah.
i. Umur >=40 tahun, diiringi dengan factor resiko lain unutk terkena penyakit kardio-vaskular.
j. Umur>=35 tahun dan perokok berat (>=15 batang rokok per hari)

3. Kontra-Indikasi Relatif-Lain :
1) Dapat menjadi kontra-indikasi untuk pil-oral:
a. Pre-diabetes atau riwayat keluarga dengan diabetes yang kuat
b. Cholestasis selama kehamilan, hyperbilirubinemia congenital
c. Fungsi hepar terganggu
d. Umur >= 45 tahun
e. Post-partum (aterm) 10-14 hari
f. Bertambah berat badan 5kg atau lebih selama pil oral
g. Siklus haid tidak teratur
h. Penyakit jantung atau ginjal
i. Keadaan dimana akseptor tidak dapat dipercaya untuk menuruti aturan pemakaian pil-oral mislnya mental retardasi, kelainan psikiatrik berat, alkoholisme dan lain-lain
j. Laktasi
k. Pengobatan dengan rifampisin
2) Dapat diberikan pil-oral pada wanita dengan persoalan di bawah ini, asal diawasi dengan ketat adakah bertambah buruk atau baik persoalan tersebut.
a. Riwayat keluarga yang meninggal karena miokarbe-infark sebelum usia 50 tahun
b. Riwayat keluarga dengan hiperlipidemia
c. Depresi
d. Chloasma atau rambut rontok yang berhubungan dengan kehamilan
e. Asma bronchial
f. Ephilepsi
g. Varises

Memilih Pil Oral Kombinasi
POK saat ini mengandung jauh lebih sedikit estrogen atau progestin dibandingkan pil sejenis yang pertama kali dipasarkan dalam tahun 1960.
Setelah dipertimbangkan hal-hal seperti kontra indikasi, keuntungan kerugian dan lain-lain maka masih ada 10 pertimbangan lainnya yang perlu diperhatikan oleh petugas medis dalam menentukan POK mana yang akan diberikan.


Sepuluh pertimbangan tersebut adalah:
1. Pil oral yang diberikan harus mempunyai risiko yang sekecil-kecilnya terhadap timbulnya komplikasi yang berat maupun yang ringan.
2. Komponen estrogen dapat menyebabkan efek yang kurang menguntungkan seperti:
a. Mual dan muntah
b. Nyeri payudara
c. Payudara membesar (jaringan lemak, ductus dan retensi cairan).
d. Pertambahan berat badan siklis yang disebabkan retensi cairan
e. Leukorea
f. Sakit kepala siklis
g. Komplikasi trombo-emboli
h. Emboli paru-paru
i. Cerebro-vascular accident (CVA)
j. Hepato-seluler adenoma/karsinoma
k. Myoma uteri yang tumbuh membesar
l. Telangiektasia
m. Rhinitis alergika dan hay fever
n. Pharingitis nasal yang kronis
o. Gangguan penglihatan siklis
3. Komponen progestin di dalam pil oral kadang-kadang mempunyai efek androgenik di samping efek progestational, dapat menimbulkan efek yang kurang menguntungkan seperti:
a. Nafsu makan dan berat badan yang bertambah besar
b. Depresi dan rasa lelah
c. Nafsu seks (Libido) menurun
d. Acne dan kulit berminyak
e. Payudara membesar (jaringan alveolar)
f. Toleransi hidrat-arang berkurang
g. Efek diabetogenik
h. Sakit kepala
i. Gatal (Pruritus) dan ruam (rash)
j. Peningkatan kadar LDL-kolesterol
k. Penurunan kadar HDL-kolesterol
l. Hirsutisme
m. Ikterus cholestatik
4. Belum diketahui dengan jelas komponen mana dalam pil oral yang menyebabkan komplikasi-komplikasi tertentu.
5. Efek estrogenic, progestational dan androgenic dari pil oral mempunyai pengaruh pada organ-organ dan jaringan tubuh tertentu, dan pil oral yang diberikan dapat menyebabkan rangsangan yang lebih atau kurang dalam organ tersebut dibandingkan hormone-hormon endogen yang dihasilkan sebelum pemberian pil oral
6. Potensi dari estrogen dan progestin didalam pil oral tidak dapat dihubungkan dengan dosis dalam pil oral atas dasar milligram demi milligram
7. Meroko menambah resiko timbulnya komplikasi pil oral yang serius, terutama penyakit kardio-vaskuler
8. Bila seorang akseptor memakai pil oral yang berisi 35 mcg estrogen atau kurang, dan cocok dengan pil oral tersebut serta tidak ada komplikasi maupun tanda-tanda bahaya, maka biasanya akseptor dapat meneruskan pil oral tersebut
9. Pil oral terbukti memiliki keuntungan non-kontraseptif yang besar
10. Kebanyakan efek non-kontraseptif yang menguntungkan dari POK tampaknya terjadi pada preparat-preparat dengan dosis estrogen yang rendah (<50 mcg)


Memilih diantara tiga kadar/dosis estrogen dalam pil oral kombinasi
1. POK dengan estrogen 80-100 mcg
Merupakan dosis paling tinggi. Pada keadaan apapun, janganlah mulai POK dengan disis estrogen >50 mcg.
Telah diakui dan diterima bahwa POK dengan dosis estrogen 80-100 mcg harus dihindari karena dapat menimbulkan komplikasi yang serius. POK dengan estrogen 80-100 mcg dapat diberikan pada keadaan-keadaan tertentu saja misalnya:
a. Sulit sekali mengontrol perdarahan-bercak (spotting) atau keadaan dimana tidak terjadi perdarahan-withdrawal, pada pemakaian POK dosis rendah, sehingga beralih ke POK dengan dosis estrogen 80-100 mcg
b. Acne, perdarahan disfungsional uterus, kista ovarium dengan diameter kurang dari 6cm dan endometriosis, semuanya kadang-kadang diobati dengan POK yang berisi estrogen >50 mcg
c. akseptor yang memakai POK dosis 30-50 mcg dan memakainya dengan benar tetapi tetap gagal.
d. Akseptor yang memerlukan rifampisin atau phenytoin.

2. POK dengan dosis estrogen <30 mcg
Merupakan dosis estrogen paling rendah. Umumnya kurang disukai karena dapat menimbulkan perdarahan-bercak (spotting) dan pil-pil oral yang tidak diminum dapat memperbesar resiko timbulnya ovulasi.
3. POK dengan dosis estrogen 30-50 mcg
Saat ini kebanyakan akseptor mulai dengan dosis POK yang berisi 30-35 mcg.

Pil Oral Biphasic dan Triphasic
Pil oral biphasic dan triphasic dibuat dengan tujuan meniru pola hormonal dari siklus haid. Dosis hormone sehari-hari berubah selama siklus, jadi tidak konstan terus seperti pada POK konvensional.
Ini menyebabkan dosis harian yang lebih rendah pada bagian awal dari siklus, kemudian dosis bertambah tinggi pada bagian berikut daru siklus untuk menolong mencegah perdarahan-bercak (spotting) dan perdarahan menyerupai haid.

1. Pil Oral Biphasic
Berisi : 35 mcg EE + 0.05 mg norethindrone untuk hari 1-10, 35 mcg EE + 1.0 mg norethindrone untuk hari 11-12 dari tiap siklus.

2. Pil Oral Triphasic
1. Berisi 30 mcg EE + 0.05 mg levonorgestrel untuk hari 1-6
2. 40 mcg EE + 0.075 mg levonorgestrel untuk hari 7-11
3. 30 mcg EE + 0.125 mg levonorgestrel untuk hari 12-22

Keuntungan Pil-oral Triphasic
1. Dosis progestin lebih rendah
2. Efek metabolic yang berhubungan dengan progestin lebih sedikit, antara tehadap lemak, tekanan darah, dan metabolism karbohidrat. Dengan semakin rendahnya progestin, maka komplikasi yang dapat disebabkan oleh progestin dapat diturunkan. Komplikasi tersebut antara lain hipertensi, penurunan HDL-kolesterol, dilatasi vena tungkai bawah, acne dan kulit berminyak, depresi, rasa lelah, dan libido yang menurun
3. Merupakan pil oral generasi baru dan berbeda dengan yang lama.

Kerugian Pil-oral Triphasic
1. Pemakaian 3-4 macam warna dari pil-oral dapat mengacaukan dan menyulitkan si pemakai.
2. Kejadian perdarahan-bercak (spotting) dan perdarahan menyerupai haid yang sama atau sedikit lebih tinggi dari pada pil oral dosis rendah yang sudah popular.
3. Fleksibilitas kurang bagi petugas KB.

Efek Samping dan Komplikasi POK
Dapat dibagi dalam 2 kelompok:
1. Gejala-gejala pseudo-pregnancy :
a. Disebabkan oleh estrogen yang berlebihan
- Muntah
- Pusing/sakit kepala
- Payudara membesar dan terasa lebih nyeri
- Oedema atau retensi cairan tubuh
- Berat badan yang bertambah
b. Disebabkan oleh progestin yang berlebihan
- Nafsu makan bertambah besar
- Rasa lelah
- Depresi
- Penambahan berat badan
2. Gejala-gejala yang berhubungan langsung dengan siklus haid
Umumnya pil oral mempunyai efek yang menguntungkan pada aspek haid seperti :
- Siklus menjadi lebih teratur
- Lamanya haid menjadi lebih singkat
- Jumlah darah haid berkurang
- Berkurangnya gejala sakit perut
- Hilangnya atau berkurangnya ketegangan pra-haid
Dari kejadian sehari-hari, efek samping merupakan factor utama dari penghentian pemakaian pil-oral, baik pada bulan pertama maupun sesudahnya.

Efektifitas Pil-Oral Kombinasi
a. Angka kegagalan :
- Teoritis : 0.1 %
- Praktek : 0.7-7%


b. Banyak factor yang mempengaruhi use-effectiveness, antara lain :
- Apakah perdarahan bercak atau perdarahan menyerupai haid menyebabkan pemakaian POK berkurang?
- Apakah akseptor memakai pil-oralnya dengan benar dan konsisten?


Beberapa pertimbangan praktis dalam manajemen klinis penggunaan Pil-oral Kombinasi
1. Akseptor POK yang baru, harus direevaluasi selama 3-6 bulan pertama. Setelah akseptor minum POk selama 3-6 bulan dan ternyata tidak mempunyai keluhan atau masalah dan ingin meneruskan pil-oralnya, maka dapat diberikan sekaligus pil-oralnya untuk 6 bulan berikutnya, ini dalam rangka mengurangi angka diskontinuitas pemakaian pil-oral.
2. Berikan tanda-tanda bahaya dini dari pil oral pada setiap kunjungan akseptor :
3. Berat badan, tekanan darah, pap smear, dan pemeriksaan ginekologi harus dilakukan pada pemeriksaan pertama. Pap smear diulangi setiap tahun.
4. Pemeriksaan mammografi dianjurkan diperiksa sekali untuk wanita berusia 35-40 tahun dan setiap tahun pada usia >40 tahun.

Keuntungan non-kontraseptif dari POK
1. Masalah yang berhubungan dengan haid, dimana pil-oral :
a. Mengurangi rasa nyeri selama haid.(dismenore). Karena diduga POK menghambat produksi prostaglandin.
b. Mengurangi lama perdarahan
c. Mengurangi jumlah darah haid
d. Menyebabkan haid lebih teratur
e. Mengurangi anemia

2. Perlindungan terhadap PID Akut
a. Pil-oral menyebabkan pengurangan drastic jumlah rata-rata darah haid, sehingga mengurangi jumlah media yang tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme
b. Pil-oral menyebabkan lender serviks menjadi sedikit, kental dan sulit ditembus, sehingga mengurangi masuknya mikroorganisme pathogen dari vagina ke dalam cavum uteri.
c. Pil-oral menyebabkan canalis servikalis kurang melebar pada saat pertengahan siklus dan haid.
3. Perlindungan terhadap Karsinoma Ovarium dan Karsinoma Endometrium
Supresi sekresi gonadotropin hipofisis dan ovulasi diduga sebagai mekanisme perlindungan terhadap timbulnya karsinoma ovarium. Terhadap karsinoma endometrium, didapatkan pengurangan risiko 40% pada wanita yang sudah memakai POK selama minimal 12 bulan dan efek protektif ini masih berlanjut sekurang-kurangnya 15 tahun setelah penghentian POK.

Hal-hal yang Penting diketahui oleh Akseptor POK :
1. Pil-oral tidak merupakan barier mekanisme terhadap penularan PHS, dan pil-oral tidak melindungi terhadap virus HIV yang menyebabkan AIDS.
2. Kerja primer dari pil-oral adalah menghentikan ovulasi, sehingga tidak ada ovum yang dihasilkan dan kehamilan tidak dapat terjadi.
3. Gunakan kontrasepsi cadangan lain, seperti kondom, bila baru mulai dengan bungkus pertama pil-oral.
4. Ada bebarapa cara untuk mulai dengan kontrasepsi pil-oral :
a. Mulai pada hari pertama haid
b. Mulai pada hari kelima haid
c. Mulai pada hari minggu pertama setelah haid
d. Mulai pada hari ini, bila pasti tidak hamil
5. Akseptor harus membaca brosur atau leaflet mengenai pil-oral yang terdapat di dalam bungkus pilnya.
6. Minumlah pil-oral setiap hari sampai habis seluruhnya. Kemudian :
a. Bila minum bungkus 28 hari, langsung mulai dengan bungkus baru berikutnya.
b. Bila minum 21 hari, hentikan minum pil oral selama 1 minggu,kemudian mulia lagi dengan bungkus baru pada hari ke 8 setelah penghentian pil oralnya
7. Cobalah untuk menghubungkan pil-oral dengan sesuatu yang selalu dilakukan sekitar waktu yang sama disetiap hari harinya.
8. Bila terjadi perdarahan-bercak selama beberapa siklus, mungkin perlu dihubungi petugas medis, karena mungkin sekali pil oralnya harus diganti.Perdarahan-bercak lebih sering terjadi pada pemakaian dosis rendah.
9. Efektivitas Pil oral dapat sedikit berkurang bila dipakai bersamaan dengan obat-obat lain yang dipengaruhi fungsi hepar atau absorpsi gastrointestinal,seperti rifamisin, Phenobarbital, ampisilin, tetrasiklian, dilatin. Selama minum obat-obat lain, perlu digunakan metode kontrasepsi cadangan lainnya seperti kondom, spons, diagfragma dan lain-lain.
10. Periksa bungkus pil oral setiap pagi hari untuk memastikan telah minul pil oral hari sebelumnya.
11. Bila lupa minum 1 pil oral, setelah teringat segera minum pil yang terlupakan tadi, dan minumlah pil untuk hari ini.
12. Bila lupa minum 2 pil oral, setelah teringat segera minum 2 pil hari itu dan 2 pil oral lagi hari berikutnya.kemungkinan terjadi perdarahan bercak yang lebih besar.sebaiknya menggunakan alat kontraseptif cadangan sampai terjadi haid berikutnya.
13. Bila lupa minum 3 pil oral berturut-turut atau lebih tanyakan pada diri anda sendiri “apakah saya akseptor pil oral yang baik?”. Segera pergunakan alat kontrasepsi cadangan selama sisa siklus, karena ovarium mungkin melepaskan ovum.juga ada kemungkinan timbulnya perdarahan.
Bila ingin meneruskan bengan pil oral, ada 2 cara:
a. Minum 2 pil oral sehari untuk 3 hari dan gunakan alat kontrasepsi cadangan sampai timbul haid yang akan datang
b. Hentikan pil oral dari bungkus lama.mulai dengan bungkus baru pada hari minggu pertama setelah lupa 3 atau lebih pil oral meskipun ada perdarahan.gunakan dengan alat kontrasepsi cadangan.
14. IPPF(international planned parenthood federation) memberikan rekomendasikan sebagai berikut bila akseptor lupa minum pil oral:
a. Lupa minum 1 pil oral
- Segera minum pil oral yang terlupa saat teringat
- Minum pil oral selanjutnya pada waktunya, meskipun anda minum 2 pil oral pada hari yang sam atau 2 pil oarl pad saat ynag sama

b. Lupa minum 2 pil oral berturut-turut dari baris 14 pil oral pertama
- Segera minum 2 pil oral pada saat teringat
- Minum 2 pil oral pada hari berikutnya
- Minum sisa pil oral yang masih ada seperti biasa
- Untuk proteksi tambahan, gunakan kontrasepsi cadangan selama 7 hari

c. Lupa minum pil oral berturut-turut dari baris 7 pil oral aktif terakhir
- Buang semua pil oral yang masih tersisa
- Mulai minum pil oral dari bungkus baru pada hari itu juga
- Gunakan metode kontrasepsi cadangan selama 7 hari

d. Lupa minum 4 atau lebih pil oral berturut-turut pada setiap waktu
- Ikuti petunjuk seperti lupa minum 2 pil oral berturut-turut dari baris 7 pil oral aktif terakhir
-
15. Bila sakit dan menderita diare atau muntah-muntah, gunakan alat kontrasepsi cadanga sampai mendapat haid berikutnya.
16. Haid menjadi lebih pendek dan lebih sedikit bila minum pil oral.bila hanya ada setetes darah atau bercak darah pada tampon atau celana dalam sudah dinyatakan haid.
17. Bila tidak pernah lupa minum pil oral sedangkan haid tidak muncul, bila tidak ada tanda-tanda kehamilan maka tidak perlu kuatir. Akseptor dapat minum bungkus baru piloral pada waktu yang seharusnya.
18. Bila lupa minum 1 pil oral atau lebih dan tidak terjadi haid, hentikan pil oralnya dan gunakan metode kontrasepsi lain.
19. Akseptor harus mengetahui tanda-tanda bahaya pil oral:
a. Sakit abdomen yang hebat
Kemungkinannya:
- Penyakit kandung empedu
- Adenoma hepar
- Bekuan darah
- Pankreatitis

b. Sakit dada yang hebat
Kemungkinan:
- Bekuan darh didalam paru-paru
- Miokard infark

c. Sakit kepala yang hebat
Kemungkinan :
- Stroke
- Hipertensi
- Sakit kepala migraine

d. Gangguan pada mata seperti penglihatan buram, cahaya yang berkilat-kilat atau hilangnya visus
Kemungkinannya :
- Stroke
- Hipertensi
- Masalah vaskuler yang sementara dengan lokasi yang bermacam-macam
e. Sakit tungkai bawah yang hebat
Kemungkinannya :
Bekuan darah didalam tungkai bawah.






Kontrasepsi Oral yang Ada di Indonesia pada Saat ini
POK MONOPHASIC ESTROGEN PROGESTIN
Eugynon 0,05 mg EE 0,5 mg NG
Eugynon ED 0,05 mg EE 0,5 mg NG
Lyndiol 0,05 mg EE 2,5 mg LS
Marvelon 0,03 mg EE 0,15 mg DG
Microgynon 30 ED 0,03 mg EE 0,15 mg LNG
Microgynon 50 ED 0,05 mg EE 0,125 mg LNG
Neogynon 0,05 mg EE 0,25 mg LNG
Neogynon ED 0,05 mg EE 0,25 mg LNG
Nordette-28 0,03 mg EE 0,15 mg LNG
Ovostat-28 0,05 mg EE 1,0 mg LS
Ovulen Fe-28 0,1 mg MES 1,0 mg EDD
Ovulen 50 Fe-28 0,05 mg EE 1,0 mg EDD
Pil Keluarga Berencana KF 0,03 mg EE 0,150 mg LNG
Restovar-28 0,0375 mg EE 0,75 mg LS
Mercilon-28 0,02 mg EE 0,150 mg DG
Gynera (21 tablet) 0,03 mg EE 0,075 mg GTD

POK Multiphasic
Trinordiol (6 tablet coklat) 0,03 mg EE 0,05 mg LNG
(5 tablet putih) 0,04 mg EE 0,075 mg LNG
(10 tablet kuning) 0,03 mg EE 0,125 mg LNG
(7 tablet merah) - -
Triquilar ED (6 tablet coklat) 0,03 mg EE 0,05 mg LNG
(5 tablet putih) 0,04 mg EE 0,075 mg LNG
(10 tablet kuning) 0,03 mg EE 0,125 mg LNG
(7 tablet putih besar) - -
Progestin Saja
Exluton - 0,5 mg LS


Keterangan :
EE = Ethinyl Estradiol DG = Desogestrel
MES = Mestranol LNG = Levonorgestrel
NG = Norgestrel EDD = Ethynodiol diasetat
LS = Lynestrenol GTD = Gestodene

b) Kontrasepsi mengandung Progestin saja
Kontrasepsi berisi progestin saja meliputi segolongan besar metode kontrasepsi yang semakin hari semakin berkembang, dimana saat ini tersedia antara lain :
1. Mini-Pil (Tablet Pil Oral berisi Progestin aja).
2. Suntikan progestin yang Long-acting.
3. Implant.
4. IUD berisi progestin (progestasert).
Sedangkan yang masih dalam penelitian, antara lain :
1. Suntikan dengan jangka-waktu kerja lebih pendek.
2. Implant yang biodegradable.
3. Injeksi Microspheres dan Microcapsules.
4. Vaginal Ring yang berisi hormon.
Dibawah pengaruh yang lama/kronis dari progestin, lendir seviks menjadi lebih sedikit, kental dan relatif tidak dapat ditembus oleh sperma tozoa. Hal tersebut dapat menerangkan adanya efek protektif dari POK terhadap kemungkinan timbulnya PID.
Sedangkan untuk Mini-pil, sampai saat ini belum ada data-data yang menyebut hal tersebut, meskipun telah dilaporkan adanya hal serupa pada pemakaian kontrasepsi suntikan (Depo-Provera).
Maka tidak ada alasan untuk mengaharapkan bahwa kontrasepsi berisi progestin saja dapat melindungi terhadap kemungkinan timbulnya infeksi ektoserviks, vagina atau inroitus.
1. Mini-Pil
Mini-Pil bukan menjadi pengganti dari Pil Oral kombinasi, tetapi hanya sebagai suplemen/tambahan, yang digunakan oleh wanita-wanita yang ingin menggunakan kontrasepsi Oral tetapi sedang menyusui atau untuk wanita yang harus menghindari estrogen oleh sebab apapun.
Mini-Pil diketemukan pertengahan 1960-an, berisi dosis rendah progestin (0,5 mg atau lebih kecil), harus diminum setiap hari, juga selama haid (tidak ada interval bebas hormon diantara siklus haid).
Progestin yang terdapat dalam Mini-pil terdiri dari 2 golongan, yaitu :
a. Analog progesteron:
1) Chlormadinone asetat.
2) Megestrol asetat.
Kedua preparat ini sekarang sudah tidak dipaki lagi karena ternyata dapat menyebabkan benjolan/nodule payudara pada binatang percobaan anjing beagle.
b. Derivat testosteron 919-norsteroids), diketemukan 1970-an dan dipakai sampai saat ini.
1) Norethindrone.
2) Norgestrel.
3) Ethynodiol.
4) Lynestrenol (Exluton).
Keuntungan Mini-Pil
• Dapat diberikan untuk wanita yang menderita keadaan tromboembolik.
• Laktasi.
• Mungkin cocok untuk wanita dengan keluhan efek samping yang disebabkan oleh estrogen (sakit kepala, hipertensi, nyeri tungkai bawah, chloasma, berat badan bertambah dan rasa mual).
Kerugian Mini-Pil
• Mini-Pil kurang efektif dalam mencegah kehamilan diabandingkan Mini-Pil oral kombinasi.
Toeritis,mini-Pil samaefektifnya dengan IUD, dengan angka kegagalan sekitar 2%, teapi dalam prakteknya kegagalan jauh lebih tinggi (user failure).
• Karena tidak mngandung estrogen, Mini-Pil menambah insidens dari perdarahan bercak (spotting), perdarahan menyerupai haid (breakthrough bleeding), variasi dalam panjang siklus haid, kadang-kadang amenore.
Dan bila terjadi perdarahan abnormal per vaginam pada akseptor Mini-Pil, maka kemungkinan terlambatnya diagnosa dari keadaan patologis uterus seperti hiperplasia, dapat membahayakan akseptor.
• Mini-Pil, seperti IUD, kurang efektif dalm mencegah kehamilan ektopik dibandingkan dengan mencegah kehamilan intrauterine.
• Lupa minum 1 atau 2 tablet Mini-Pil, atau kegagalan dalam absorpsi Mini-Pil oleh sebab muntah atau diare, sudah cukup untuk meniadakan proteksi kontraseptifnya.
Mekanisme Kerja Mini-Pil
Cara kerja Mini-Pil belum jelas benar. Tampaknya cara kerja Mini-Pil tergantung pada kombinasi beberapa mekanisme, antara lain :
1. Mencegah terjadinya ovulasi pada beberapa siklus.
• Dari penelitian-penelitian ternyata bahwa Mini-Pil hanya mencegah terjadinya ovulasi pada 15-40% dari siklus haid.
• Pencegahan ovulasi disebabkan gangguan pada sekresi hormon LH oleh kelnjar hypophyse, sehingga tidak terjadi di puncak mid-siklus. (Pada keadaan normal terjadi puncak sekresi LH pada pertengahan siklus dan ini menybabkan pelepasan ovum dari folikelnya).
• Tetapi, meskipun terjadi perubahan kadar hormon LH, tampaknya ovulasi kadang-kadang masih dapat terjadi.
2. Perubahan dalam motilitas tuba.
• Transpor ovum melalui saluran tuba mungkin dipercepat sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya fertilisasi.
3. Perubahan dalam fungsi korpus luteum.
• Mungkin tidak terjadi perkembangan corpus luteum yang berfungsi normal dari bekas folikel setelah ovulasi, atau corpus luteum berfungsi abnormal dimana sekresi progesteron sangat sedikit sekali sehingga tadak dapat terjadi konsepsi normal dan/atau implantasi.
4. Perubahan lendir serviks
• Progestin mencegah penipisan lendir serviks pada pertengahan siklus sehingga lendir serviks tetap kental dan sedikit, yang tidak memungkinkan penetrasi spermatozoa. Atau bila terjadi penetrasi spermatozoa, spermatozoanya akan diimobilisir, pergerakannya sangat lambat sehingga hanya sedikit atau sama sekali tidak ada spermatozoa yang mencapai cavum uteri.
5. Perubahan dalam endometrium
• Bila tetap terjadi ovulasi dan fertilisasi, Mini-Pil masih mungkin mencegah kehamilan melalui efeknya terhadap endomertium. Mini-Pil menggangu berkembangnya siklus endometrium sehingga endometrium berada dalam fase yang salah atau menunjukan sifat-sifat irreguler atau atrofis, sehingga endometrium tidak dapt menerima ovum yang telah dibuahi.
Efektifitas Mini-Pil
 Akseptor Mini-Pil mempunyai risiko lebih besar untuk hamil dibandingkan dengan akseptor Pil Oral Kombinasi.
 Theoritical effectiveness : 0 - 2,1%
Use effectifeveness : 0,9 - 9,6%
 Menggunakan Mini-Pil dengan teratur jauh lebih penting dibandingkan dengan POK. Mini-Pil harus diminum setiap hari, dan sebaiknya pada waktu yang sama setiap harinya.
 Banyak penelitian yang menunjukan terjadinya kehamilan hanya karena lupa minum 1 atau 2 tablet atau kaerna absorpsinya terganggu oleh sebab muntah atau diare.
Kontra indikasi Mini-Pil
 Umumnya konra indikasi absolut Mini-Pil adlah sam dengan kontra indikasi absolut POK.
 Karena Mini-Pil sering menyebabkan perdarahan irreguler, maka perdarahan abnormal per vaginam yang tidak diketahui penyebabanya merupakan salah satu kontra indikasi utama untuk pemakaian Mini-Pil, terutama untuk wanita yang usianya lebih tua.
 Mini-Pil jarang diberikan pada wanita yang mempunyai penyakit Mononucleosis akut atau penyakit-penyakit hepar.

Kehamilan Ektopik
 Bila Mini-Pil gagal dan terjadi kehamilan, maka kehamilan tersebut jauh lebih besar kemungkinannya sebagai kehamilan ektopik. Ini serupa dengan IUD, dan ternyata presentase dari kehamilan ektopik adalah sama pada akseptor Mini-Pil dan akseptor IUD.
 Tetapi kemungkinan pada akseptor Mini-Pil atau IUD tetap masih lebih rendah dibanding wanita yang tidak ber-KB sama sekali.
 Dua sebab mengapa risiko kehamilan ektopik pada akseptor Mini-Pil lebih tinggi adalah :
1. Perubahan dalam motilitas tuba menyebabkan implantasi ektopik lebih besar.
2. Mini-Pil tidak mncegah kehamilan ektopik sebaik seperti mencegah kehamilan intra uterine.
 Setiap keluhan pelvis pada akseptor Mini-Pil harus mendapat perhatian serius dan segera diteliti secermat mungkin.
Efek samping Mini-Pil
 Mini-Pil dikembangkan dari keinginan untuk mencari suatu kontrasepsi oral dengan efek samping seminimal mungkin. Dengan mengurangi estrogen dan mengurangi dosis progestinnya, diharapkan tidak timbul keluhan-keluhan seperti pusing, mual, sakit kepala, nyeri payudara.
 Meskipun Mini-Pil jauh lebih sedikit menimbulkan efek samping tersebut, keuntungan ini masih kalah dibandingkan dengan kerugiannya yaitu adanya perubahan dan gangguan pola haid yang disebabkan oleh pemberian progestin tanpa estrogen.
a. Perubahan pola haid
• Dapat terjadi perdarahan bercak (spotting) dan perdarahan menyerupai haid (breakthrough bleeding), dengan insidens 6-25%.
• Lama haid dan volume darah haid dapat berubah.
• Panjang siklus dapat sangat bervariasi.
• Perubahan-perubahan pola haid ini yang sering menjadi penyebab akseptor Mini-Pil menghentikan kontrasepsinya.
• Umumnya tidak mungkin meramalkan wanita-wanita mana yang akan mengalami pola haid tersebut.
• Tetapi ada penelitian yang menyatakan bahwa gangguan tersebut lebih sering terjadi pada wanita dengan berat badan rendah/kurus.
• Memang tidak ditemukan efek buruk pada perkembangan janin tetapi progestin dosis tinggi yang diberikan pada kehamilan dini kadang-kadang dapat menyebabkan maskulinisasi dari janin wanita.
• Dismenore lebih jarang terjadi pada Mini-Pil.
• Mini-Pil juga mengurangi ketegangan pra haid.
b. Efek samping non Menstrual
• Tidak selalu ditemukan pertambahan berat badan pada pemakaian Mini-Pil (yang terjadi pada progestin dosis tinggi).
• Sedangkan apakah Mini-Pil menambah risiko seperti penyakit kandung empedu, ikterus kholestatic, adenoma hepar dan karsinoma hepar, karsinoma payudara, karsinoma serviks, melanoma, sampai saat ini belum sempat diketahui dengan jelas.
Efek Metabolik Mini-Pil
a. Tromboemboli
 Teoritis, kontrasepsi berisi progestin saja tidak menambah risiko kelainan tromboembolik dibandingkan POK.
 Penelitian laboratoriummenunjukan bahwa progestin saja kurang mempunyai efek atau sama sekali tak ada efek buruk pada berbagai faktor pembekuan darah, dibandingkan POK.
b. Metabolisme karbohidrat
 Tidak ditemukan efek pada metabolisme karbohidrat.
c. Metabolisme dan fungsi endokrin lain
 Tidak ditemukan efek pada kadar lemak darah, protein darah , fingsi hepar, fungsi tiroid dan fungsi hypofise.
d. Cacat bawaan
 Mini-Pil tidak menyebabkan cacat bawaan pada pemakaian sesaat sebelum atau selama kehamilan.
 Cacat bawaan dapat terjadi pada pemberian progestin dosis tinggi, seperti pada test kehamilan atau abortus yang mngancam. Cacat bawaan dapat bermacam-macam, antara lain reduksi anggota gerak.
2. Suntikan Progestin Long-acting
Dua kontrasepsi suntikan berdaya kerja lama yang sekarang banyak dipakai adalah :
a) DMPA (Depot Medroxyprogesterone asetat) = Depo Provera
 Dipakai lebih dari 90 negara, telah digunakan selama kurang lebih 20 tahun dan sampai saat ini akseptornya berjumlah kira-kira 5 juta wanita.
 Diberikan sekali setiap 3 bulan dengan dosis 150 mg.
b) NET-EN (Norethindrone Enanthate) = Noristerat
 Dipakai lebih dari 40 negara dengan jumlah akseptor kira-kira 1,5 juta wanita.
 Diberikan dalam dosis 200 mg sekali setiap 8 minggu atau sekali setipa 8 minggu untuk 6 bulan pertama (3x suntikan pertama) kemudian selanjutnya setiap 12 minggu sekali.
Baik DMPA maupun NET EN sangat efektif, dengan angka kegagalan untuk:
DMPA : < 1 per 100 wanita per tahun
NET EN : 2 per 100 wanita per tahun
Efek samping utama : gangguan pola haid. Sedangkan efek samping lain kecil sekali, antara lain :
 Berat badan naik antara 1-5 kg (DMPA).
 Sebagian besar wanita belum kembali fertilitasnya selama 4-5 bulan setelah menghantikan suntikannya.
Kontinuitas kontrasepsi suntikan cukup tinggi, 50-75 % setelah 1 tahun. Kelainan haid merupakan sebab utama dari penghentian kontrasepsi suntikan.
Penelitian-penelitian membuktikan bahwa sampai saat ini kontrasepsi suntikan tidak menambah risiko terjadinya karsinoma seperti karsinoma payudara atau serviks, malah progesterone, termasuk DMPA, digunakan untuk mengobati karsinoma endometrium.
Farmakologi dari Kontrasepsi Suntikan
DMPA :
a. Tersedia dalam larutan mikrokristaline.
b. Setelah 1 minggu penyuntikan 150 mg, tercapai kadar puncak, lalu kadarnya tetap tinggi untuk 2-3 bulan, selanjutnya menurun kembali.
c. Ovulasi mungkin sudah dapat timbul setelah 73 hari penyuntikan, tetapi umumnya ovulasi baru timbul kembali setelah 4 bulan atau lebih.
d. Pada pemakaian jangka lama tidak terjadi efek akumulatif dari DMPA dalam darah atau serum.


NET EN :
a. Merupakan suatu progestin yang berasal dari testosterone, dibuat dalam larutan minyak. Larutan minyak tidak mempunyai ukuran partikel yang tetap dengan akibat pelepasan obat dari tempat suntikan kedalam sirkulasi darah dapat sangat bervariasi.
b. Lebih cepat dimetabolisir dan lebih cepat kembalinya kesuburan dibandingkan dengan DMPA.
c. Setelah suntikan, NET EN harus diubah menjadi norethindrone (NET) sebelum ia menjadi aktif secara biologis.
d. Kadar puncak dalam serum tercapai dalam 7 hari setela penyuntikan, kemudian menurun secara tetap dan tidak ditemukan lagi dalam waktu 2,5-4 bulan setelah disuntikan.
Mekanisme kerja kontrasepsi Suntikan
1. Primer : Mencegah ovulasi
Kadar FSH dan LH menurun dan tidak terjadi sentakan LH (LH surge). Respon kelenjar hypophyse terhadap gonadotropin releasing hormon eksogenous tidak berubah, sehingga memberi kesan proses terjadi di hipotalamus daripada di kelenjar hypophyse. Ini berbeda dengan POK, yang tampaknya mengahambat ovulasi melalui effek langsung pada kelenjar hypophyse. Penggunaan kontrasepsi suntikan tidak menyebabkan keadaan hypoestrogenik.
Pada pemakaian DMPA, endometrium menjadi dangkal dan atrofis dengan kelenjar-kelenjar yang tidak aktif. Sering stroma menjadi oedermatous. Dengan pemakaian jangka lama, endometrium dapat menjadi sedemikian sedikitnya, sehingga tidak didapatkan atau hanya didapatkan sedikit sekali jaringan bila dilakukan biopsi. Tetapi perubahan-perubahan tersebut akan kembali menjadi normal dalam waktu 90 hari setelah penyuntikan DMPA yang terakhir.

2. Sekunder :
 Lendir serviks menjadi kental dan sedikit, sehingga merupakan barier terhadap spermatozoa.
 Membuat enndometrium menjadi kurang baik/layak untuk implantasi dari ovum yang telah dibuahi.
 Mungkin mempengaruhi kecepatan transpor ovum dalam tuba falopi
Efektifitas Kontrasepsi Suntikan
a. Kontrasepsi suntikan sama efektifnya seperti POK, dan lebih efektif daripada IUD.
b. Dosis DMPA dengan daya kerja kontraseptif yang paling sering dipakai 150 mg setiap 3 bulan adalah dosis yang tinggi. Setelah suntikan 150 mg DMPA, ovulasi tidak akan terjadi untuk minimal 14 minggu. Sehingga terdapat periode waktu tenggang selama 2 minggu untuk akseptor DMPA yang disuntik ulang selama 3 bulan.
c. Masa kerja NET EN lebih singkat daripada DMPA, sehingga tidak mendapat tenggang waktu untuk akseptor NET EN yang terlambat suntik ulang.
WHO telah melakukan dua penelitian :
1. DMPA dosis standart : angka kegagalan 0,7 %.
2. NET EN : pemakaian sekali setiap 8 minggu sedikit lebih efektif dibandingkan dengan sekali setiap 8 minggu selama 6 bulan yang disusul suntikan sekali setiap 12 minggu.
d. Efektifitas kontrasepsi suntikan, terutama NET EN, dapat bervariasi, mungkin tergantung kepada :
1) Waktu penyuntikan pada siklus haid
 Disaranka untuk mulai menggunakan kontrasepsi suntikan selama 5-7 hari pertama siklus haid.
 Dari penelitian di Thailand terbukti bahwa DMPA yang disuntikan setelah 7 hari pertama dari siklus haid tidak selalu mencegah ovulasi dalam siklus tersebut.

2) Metabolisme obatnya
 Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan metabolisme obat suntikan belum diketahui dengan jelas. Faktor ras sepertinya memegang peranan, misalnya wanita India berovulasi sekitar 2,5 bulan, sedangkan wanita Swedia tidak berovulasi untuk minimal 5 bulan.
3) Berat badan akseptor.
 Penelitian WHO yang pertama, akseptor NET EN yang menjadi hamil mempunyai berat badan yang lebih rendah. Tidak dijumpai perbedaan pada akseptor DMPA.
4) Teknik penyuntikan
 Teknik penyuntikan sangat penting pada NET EN maupun DMPA.
 Semua obat suntik harus diisap ke dalam alat suntikannya.
 DMPA harus dikocok lebih dulu dengan baik.
 Penyuntikan harus dilakukan dalam-dalam pada otot.
 Jangan melakukan masase pada tempat suntikan.
 Kedua hal terakhir ini sangat penting untuk ditaati, jika tidak maka pelepasan obat dari tempat suntikan akan dipercepat dengan akibat masa efektif kontrasepsinya menjadi lebih pendek.
Kontra Indikasi Suntikan
WHO menganjurkan untuk tidak menggunakan kontrasepsi suntikan pada:
a) Kehamilan
b) Karsinoma payudara
c) Karsinoma traktus genitalia
d) Perdarahan abnormal uterus
Disamping itu WHO menganjurkan untuk :
a) Mempertimbangkan kontra indikasi yang berlaku untuk POK.
b) Pada wanita dengan diabetes atau riwayat diabetes selama kehamilan, harus dilakukan follow up dengan teliti, karena dari beberapa percobaan dilaboratorium ditemukan bahwa DMPA mempengaruhi metabolisme karbohidrat.
Efek Samping
1. Gangguan haid
 Pola haid yang normal bisa menjadi : amenore, perdarahan ireguler, perdarahan bercak, perubahan dalam frekuaensi, lama dan jumlah darah yang hilang.
 Effek pola haid tergantung lama pemakaian. Perdaraha bercak dan inter menstrual berkurang dengan berjalannya waktu, sedangkan kejadia amenore bertambah besar. Hal ini diduga berhubungan dengan atrofi endometrium. Sedangka sebab-sebab perdarahan ireguler masih belum jelas, dan tampaknya tidak ada hubungannya dengan perubahan-perubahan dalam kadar hormon atau histologi endometrium.
 DMPA lebih sering menyababkan perdarahan, perdarahan bercak dan amenore dibandingkan dengan NET EN, dan amenore pada DMPA tampaknya lebih sering terjadi pada akseptor dengan berat badan tinggi. Amenore dapat mengurangi risiko insidens anemia. Perdarahan hebat yang membahayakan jarang terjadi.
2. Berat badan yang bertambah
 Umumnya pertambahan berat badan tidak terlalu besar, bervariasi antara kurang dari 1 kg sampai 5 kg dalam tahun pertama.
 Penyebab pertambahan berta badan tidak jelas. Tampaknya terjadi karena bertambahnya lemak dalam tubuh, dan bukan karena retensi cairan tubuh.
 Hipotesa para ahli DMPA merangsang pusat pengendali nafsu makan di hipotalamus, yang mnyebabkan akseptor makan lebih banyak daripada biasanya.
3. Sakit kepala
 Insidens sakit kepala adalah sama pada DMPA maupun NET EN, dan terjadi pada <1-17 % akseptor.
4. Efek pada sistem kardiovaskuler
 Tampaknya hampir tidak ada efek pada tekanan darah atau sistem pembekuan darah maupun sistem fibrinolitik. Idak ditemukan bukti-bukti bahwa DMPA maupun NET EN menambah risiko timbulnya bekuan darah atau gangguan sirkulasi lain.
 Perubahan dalam metabolisme lemak, terutama penurunan HDL kolesterol, baik pada DMPA maupun NET EN, dicurigai dapat menambah besar risiko timbulnya penyakit kardiovaskuler. HDL kolesterol yang rendah menimbulkan aterosclerosis. Sedangkan terhadap trigliserida dan kolesterol total tidak diketemukan efek apapun dari kontrasepsi suntikan.
Efek Metabolik
 DMPA mempengaruhi metabolisme karbohidrat, tetapi tedak ditemukan adanya diabetes pada akseptor.
 WHO tidak menganggap diabetes sebagai kontra indikasi untukpemakaian kontrasepsi suntikan, hanya disarankan untuk pemantauan glukosa tolerans.
 Tidak ditemukan efek pada fungsi hepar. Penelitian menyimpulkan bahwa kontrasepsi suntikan dapat dipakai dengan aman pada wanita dengan riwayat ikterus atau penyakit hepar.
 Kontrasepsi suntikan tidak mempengaruhi metabolisme protein atau vitamin.
Efek pada Sistem Reproduksi
1. Kembalinya kesuburan/Fertilitas
 Tidak ditemukan bukti-bukti bahwa kontrasepsi suntikan mengganggu fertilitas secara permanen.
 Obat-obatan untuk merangsang ovulasi seperti Chlomiphene sitrat, dapat mngembalikan kesuburan pada wanita yang mengalami amenore yang berkepanjangan setelah memakai DMPA.
 Akseptor yang memakai kontrasepsi suntikan untuk waktu yang lama, dapat menjadi hamil sama cepatnya dengan akseptor yang hanya ikut beberapa kali suntikan, yang menunjukan bahwa tidak terjadi efek komulatif dari obatnya.
 Pada NET EN, kembalinya kesuburan dapat lebih cepat daripada DMPA, karena NET EN dimetaboliser lebih cepat. Ovulasi sering terjadi dalam waktu 3 bulan setelah penyuntikan, kadang-kadang dapat terlambat sampai 5 bulan.
2. Efek pada fetus/janin
 Tidak ditemukan bertambahnya kelainan kongenital atau prematuritas pada wanita hamil yang tanpa sengaja diberikan DMPA maupun wanita hamil setelah efek kontraseptif DMPA berakhir.
 Juga ditemukan perbedaan dalam insidensi IUFD, kehamilan kembar, sex ratio atau berat badan bayi pada wanita mantan DMPA dibandingkan wanita yang tidak ber-KB.
 Beberapa progestin, terutama yang berasal dari testosterone, kadang-kadan dapat menyebabkan maskulinisasi dari genitalia eksterna (klitoris membesar dan/atau perlekatan fusi/fusi labia) bayi perempuan.
3. Laktasi
 Pada DMPA tidak ditemukan efek terhadap laktasi malah mungkin dapat memperbaiki kuantitas ASI (memperbanyak produksi ASI).
 Juga tidak ditemukan efek imunologik (perubahan konsentrasi immunoglobulin) pada ASI mantan akseptor DMPA atau NET EN.
 NET EN nampaknya juga tidak berefek buruk terhadap laktasi, tetapi karena penelitian terhadap NET EN masih terbatas maka WHO menganjurkan agar selama laktasi hanya dipakai DMPA atau metode kontrasepsi lain.
 Pabrik pembuat DMPA juga menganjurkan agar pemberian post partum ditunda selama 6 minggu, karena pada saat tersebut bayi sudah lebih mampu untuk memetabolisir dan mengekresikan obatnya.



Efek Non Kontraseptif
1. DMPA telah diketahui sebagai terapi untuk karsinoma endometrium (primer maupun metastatik).
2. Pada wanita yang sedang menyususi, DMPA dapat menambah jumlah ASI.
3. Kadar Hb sering bertambah, sehingga dapat menolong mencegah anemia, baik pada DMPA maupun NET EN.
4. Pada penderita penyakit Sickle cell (suatu penyakit genetik di Afrika), DMPA mengurangi rasa sakit dan terdapat lebih sedikit sel darah merah abnormal.
5. DMPA juga memberi proteksi terhadap beberapa macam infeksi traktus genitalia/PID.
6. DMPA juga mencegah vulvo vaginal Candidiasis.
7. DMPA mengurangi risiko karsinoma ovarium dan karsinoma endometrium.
8. DMPA pada Amerika Serikat diperbolehkan untuk dipakai pada karsinoma ginjal (sebagai pengobatan paliatif).
9. DMPA kadang-kadang digunakan untuk mngobati pubetas praecox.
10. DMPA dalam dosis sangat tinggi digunaka untuk mengurangi kadar testosterone pada pria untuk mengatasi kelakuan seksual yang abnormal.

3. Impalnt (Subdermal)
(AKBK = Alat Kontrasepsi Bawah Kulit)
Dikenal dua macam implant :
1. Non Biodegradable Implant
a. Norplant.
 (6 “kapsul”) kosong Silastic (karet silicon), berisi hormon Levonorvenelgestrel, daya kerja 5 tahun.
 Sangat efektif untuk mencegah kehamilan untuk 5 tahun.
b. Norplant 2
 (2 batang) silastic yang padat, masing-masing batang berisi 70 mg hormon Levonorvenelgestrel di dalm matriks batangnya, daya kerja 3 tahun.
 Sangat efktif untuk mencegah kehamilan selama 3 tahun.
Pada kedua macam implant tersebut, Levonorgestrel berdifusi melalui membran silastic dengan kecepatan yang lambat dan konstan. Dalam 24 jam setelah insersi, kadar hormon dalam plasma darah sudah cukup tinggi untuk mencegah ovulasi.
Pelepasan hormon setiap harinya berkisar antara 50-85 mcgpada tahun pertama, kemudian menurun sampai 30-35 mcg perhari untuk 5 tahun berikutnya.
2. Biodegradable Implant
Yang sedang diuji coba saat ini adalah :
a. Capronor
Suatu kapsul polymer berisi hormon Levonorgestrel, dengan daya kerja 18 bulan.
b. Pellets
Berisi norethindrone dan sejumlah kecil kolesterol, daya kerja 1 tahun.
Kontra Indikasi Implant
1) Kehamilan/diduga hamil.
2) Perdarahn traktus genitalia yang tidak diketahui penyebabnya.
3) Tromboflebitis aktif atau penyakit trombo emboli.
4) Penyakit hati akut.
5) Tumor hati jinak atau ganas.
6) Karsinoma payudara/tersangka karsinoma payudara.
7) Tumor atau neoplasma ginekologik.
8) Penyakit jantung, hipertensi, diabetes melitus.
Efektifitas Implant
1) Efektifitas norplant berkurang sedikit setelah 5 tahun,dan pada tahun ke-6 kira-kira 2,5-3 % akseptor menjadi hamil.
2) Norplant 2 sama efektifnya dengan norplant, untuk waktu 3 tahun pertama. Semula diharapkan norplant 2 juga akan efektif untuk 5 tahun, tetapi ternyata setelah pemakaian 3 tahun terjadi kehamilan dalam jumlah besar yang tidak diduga sebelumya yaitu sebesar 5-6 %. Penyebabnya belum jelas, disangka ada penurunan dalam pelepasan hormonnya.
Mekanisme Kerja Implant
1) Mekanisme kerja dari implant belum jelas benar.
2) Seperti kontrsepsi lain yang berisi progestin saja, implan tampaknya mencegah terjadinya kehamilan melalui beberapa cara :
 Mencegah ovulasi.
 Perubahan lendir serviks menjadi kental dan sedikit, sehingga menghambat pergerakan spermatozoa.
 Menghambat perkembangan siklis endometrium.
Efek Samping Implant
1) Efek samping utama dari norplant adalah perubahan pola haid, yang terjadi kira-kira 60% akseptor pada tahun pertama setelah inersi.
2) Yang paling sering terjadi adalah :
 Bertambahnya hari-hari perdarahan dalm satu siklus.
 Perdarahan bercak (spotting).
 Berkurangnya panjang siklus haid.
 Meskipun jarang terjadi dibandingkan perdarahan lama atau perdarahan bercak.
3) Umumnya perubahan haid tersebut tidak mempunyai efek yang membahayakan diri akseptor. Meskipun terjadi perdarahan lebih sering dari biasanya, volume darah yang hilang tetap tidak berubah.
4) Pada sebagian akseptor, perdarahan ireguler akan hilang dengan berjalannya waktu.
5) Perdarahan yang hebat jarang terjadi.
4. IUD berisi Porgestin (Progestasert-T = Alza T)
 Panjang 36 mm, lebar 32 mm, dengan 2 lembar benang ekor warna hitam.
 Mengandung 38 mg progesteron, barium sulfat, melepaskan 65 mcg progesterone per hari.
 Tabung inseternya berbentuk lengkung (meniru lekuk lengkung kavum uteri).
 Daya kerja 18 bulan.
 Tenik insersi : plunging (modified withdrawl)
Keuntungan IUD yang mengandung hormon :
Mengurangi volume darah haid.
Kerugian IUD yang mengandung hormon :
1. Jauh lebih mahal daripada Cu IUD
2. Harus diganti setelah 18 bulan
3. Lebih sering menimbulkan perdarahan mid siklus dan perdarahan bercak/spotting.
4. Insidens kehamilan ektopik lebih tinggi
Catatan : setelah pemakaian IUD kurang dari setahun, sering terjadi penimbunan garam Calcium dan bahan-bahan organik lainnya pada beberapa IUD, dan dikhawatirkan bahwa hal ini dapat menghambat pelepasan Cu sehingga efek kontraseptifnya berkurang, tetapisampai saat ini belum ada bukti-bukti yang mendukung persangkaan ini.
Efek Samping dan Komplikasi IUD
 Rasa sakit dan nyeri pada waktu insersi
 Muntah keringat dingin dan syncope
 Perforasi uterus
 Rasa sakit dan perdarahan setelah kemudian hari
 Embedding diplacement
IUD tertanam dalam-dalam dalam lapisan endometrium atau myometrium.
 Infeksi

c) Kontrasepsi Post Coital
Macam-macam metode kontrasepsi post coital
1. Morning after pill
a. Pil Oral Kombinasi
b. Estrogen dosis tinggi per oral
c. Progestin dosis tinggi
2. Morning after IUD insertion

Keterangan :
1) Morning after pill
a) Pil Oral Kombinasi
 Mengandung :
 50 mcg ethinyl estradiol
 0,5 mg dl nosgestrel
 Dosis Pil Oral Kombinasi :
 Dua tablet POK diminum dalam jangka waktu 72 jam (lebih baik bila dalam jangka waktu 12-24 jam) setelah senggama, disusul 2 tablet lagi 12 jam kemudian.
(Dosis total : 2 mg norgestrel dan 200 mcg ethinylestradiol)
 Setelah pemberian dosis di atas, 98,5% wanita akan mengalami perdarahan dalam waktu 21 hari.
 Tidak ditemukan hubungan antara pemberian dosis tersebut terhadap kehamilan yang tidak diketahui, dengan kejadian lahir mati, mortalitas perinatal atau malformasi dari fetus.
 Cara kerja/efek intersepsi dari metode kontrasepsi POK post Coital tersebut tampaknya berhubungan dengan :
 Disfungsi fase luteal (efek luteolitik).
 Perkembangan endometrium dari luar fase normalnya.
 Terganggunya transpor ovum yang telah dibuahi didalam tuba fallopi.
b) Estrogen dosis tinggi per oral
 Cara kerja estrogen dosis tinggi belum diketahui dengan pasti, kemungkinannya terjadi pencegahan implantasi blactocyt ke dalam endometrium.
Dua hipotesa kerja itu adalah :
1. Efek langsung pada lapisan endometrium
2. Produksi progesteron yang berkurang dari corpus luteum.
 Pemberian estrogen dosis tinggi akan lebih efektif jika diberikan dalam jangka waktu 24 jam setelah senggama.
 Sekarang Diethylstilbestrol DES tidak dipakai lagi, karena disangka menyebabkan timbulnya karinoma cervico vaginal pada bayi wanita, yang dimulai pada saat janin masih dalam kandungan.
Bila seorang wanita memakai DES kemudian menjadi hamil, maka dianjurkan untuk mempertimbangkan dilakukannya tindakan abortus terapeutik.
Macam-macam preparat estrogen dosis tinggi :
Nama Generik Dosis perhari
Diethylstilbestrol 2x25 mg selama 5 hari. Sekarang sudah tidak dipakai lagi.
Ethynil estradiol 2x2,5 mg selama 5 hari.
Esterified estrogen 2x10 mg selama 5 hari.
Conjugated estrogen 2x10 mg selama 5 hari. Premarin
Estrone 2x 5 mg selama 5 hari.
c) Progestin dosis tinggi
 dl-norgestrel dan quingestanol asetat, suatu dalam progestin dalam POK, telah dipakai tersendiri sebagai metode kontrasepsi post coital.
 d-norgestrel 0,6 mg, dipakai dalam jangka waktu 3 jam setelah senggama.
 Quingestanol asetat dengan dosis 1,5-2,0 mg tampaknya effektif jika diberikan dalam waktu 24 jam setelah senggama.
2) Morning after IUD Insertion
• Insersi IUD post coital harus dilakukan dalam jangka waktu 5-7 hari setelah senggama yang tidak terlindung.
• Mekanisme kerja IUD post coital : disangka mencegah implantasi dari ovum yang telah dibuahi.


• Metode kontrasepsi IUD post coital tidak boleh/jangan digunakan pada:
 Nulligravid
 Wanita dengan partner seksual yang banyak
 Wanita yang mengalami kejahatan seksual
 Wanita dengan riwayat Pelvic Inflamatory Disease


























BAB III
PENUTUP

Kita ketahui bahwa sampai saat ini belumlah tersedia satu metode kontrasepsi yang benar-benar 100 % ideal/sempurna.
Pengalaman menunjukkan bahwa saat ini pilihan metode kontrasepsi umumnya masih belum bentuk cafeteria atau supermarket, di mana calon akseptor memilih sendiri metode kontrasepsi yang diinginkannya.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh suatu metode kontrasepsi adalah:
1. Aman/tidak berbahaya.
2. Dapat diandalkan.
3. Sederhanan, sedapat-dapatnya tidak usah dikerjakan oleh seorang dokter.
4. Murah.
5. Dapat diterima oleh banyak orang.
6. Pemakaian jangka lama (continuiation rate tinggi).
Faktor-faktor dalam memilih metode kontrasepsi :
1. Faktor pasangan-motivasi dan rehabilitasi
• Umur
• Gaya hidup
• Frekuensi senggama
• Jumlah keluarga yang diinginkan
• Pengalaman dengan kontraseptivum yang lalu
• Sikap kewanitaan
• Sikap kepriaan
2. Faktor kesehatan-kontra indikasi absolute atau relative
• Status kesehatan
• Riwayat haid
• Riwayat keluarga
• Pemeriksaan fisik
• Pemeriksaan panggul

3. Faktor metode kontrasepsi-penerimaan dan pemakaian berkesinambungan
• Efektifitas
• Efek samping minor
• Kerugian
• Komplikasi yang potensial
• Biaya
Dalam hal memilih metode kontrasepsi, kita harus dapat memandangnya dari dua sudut :
1. Pihak calon akseptor
2. Pihak medis atau petugas KB





















DAFTAR PUSTAKA

Hartanto, hanafi. 2003. Keluarga Berencana dan Kontrasepsi. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Badan Koordinasi KB Nasional. 1994. Informasi Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Badan Koordinasi KB Nasional


























MAKALAH FARMAKOLOGI

KONTRASEPSI




Disusun Oleh :

Kelas Reguler
Semester III

1. Tasminah PO7124107037
2. Tesalonika R. PO7124107038
3. Titin Wijiasih PO7124107039
4. Yulia Cahya N. PO7124107040





DEPARTEMEN KESEHATAH RI
POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KEBIDANAN
2008/2009