Rabu, 03 Desember 2008

OBAT ASMA DAN INFLUENZA

MAKALAH

OBAT-OBAT ASMA DAN INFLUENZA










Disusun oleh:
TASMINAH
P07124107037
REGULER / III



DEPARTEMEN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN YOGYAKARTA
JURUSAN KEBIDANAN
2008

KATA PENGANTAR


Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat serta hidayat-Nya, sehingga penulis dapat menyusun serta menyelesaikan makalah yang berjudul “Obat-Obat Asma dan Influenza” ini dengan baik.
Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Farmakologi. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar besarnya kepada berbagai pihak yang selama ini telah memberikan bantuan, bimbingan, dan dorongan pada penulis dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.

Yogyakarta, 16 November 2008

Penulis

DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II PEMBAHASAN
1. Obat Untuk Asma
2. Obat Untuk Influenza
BAB III PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN


Asma merupakan penyakit kronik saluran napas yang memerlukan pengobatan dalam jangka waktu tertentu dan cukup lama. Obat asma terdapat dalam berbagai macam bentuk antara lain: tablet, sirup puyer racikan atau injeksi. Dengan obat asma yang tepat penderita asma/bengek dapat menjalani kehidupan normal.
Obat asma untuk mengendalikan serangan asma berbeda dengan obat asma rutin untuk mencegah serangan. Suatu serangan asma harus mendapatkan pengobatan sesegera mungkin untuk membuka saluran pernafasan. Untuk mengobati serangan penyakit asma yang sedang terjadi diperlukan obat yang menghilangkan gejala penyakit asma dengan segera.
Tujuan pengobatan anti penyakit asma adalah membebaskan penderita dari serangan penyakit asma. Hal ini dapat dicapai dengan jalan mengobati serangan penyakit asma yang sedang terjadi atau mencegah serangan penyakit asma jangan sampai terjadi.
Influenza atau biasa dikenal dengan flu merupakan penyakit yang seringkali diderita oleh kita. Diperkirakan setiap orang paling tidak mengalami penyakit itu 12 kali dalam setahun.biasanya pada musim dingin. Flu menyerang seseorang yang berada dalam kondisi lemah sehingga mengganggu pembentukan antibodi tubuh yang merupakan benteng pertahanan terhadap penyakit.
Penyakit ini dapat sangat mengganggu aktivitas dan sangat mudah menular. Penularannya biasa terjadi melalui udara. Pada umumnya penyakit flu menyerang seseorang secara perlahan. Satu atau dua hari setelah terinfeksi oleh virus maka kita akan merasakan gejala yang sangat mengganggu.
Pengobatan untuk asma dan influenza digolongkan menjadi obat pada gangguan saluran nafas. Mengobati disini bukan berarti menyembuhkan penyakitnya, melainkan menghilangkan gejala-gejala yang terjadi. Keadaan yang sudah bebas gejala penyakit ini selanjutnya harus dipertahankan agar serangan penyakit asma tidak datang kembali. Jenis obat yang digunakan oleh penderita asma dan influenza harus diperhatikan. Masing-masing obat mempunyai kekurangan dan kelebihan.




BAB II
PEMBAHASAN


I. ASMA
A. Patogenesis Asma
Asma merupakan penyakit yang disebabkan oleh antibody-antibodi reagenik (IgE) yang terikat pada sel-sel mast dalam mukosa jalan napas. Dalam pemaparan kembali pada suatu gen, interaksi antigen-antibodi pada permukaan sel-sel mast memicu terjadinya rilis mediator-mediator yang disimpan di dalam granula-granula pada sel-sel serta sintesis dan rilis mediator-mediator lainnya. Agen-agen yang bertanggung jawab pada reaksi awal-brokokonstriksi yang terjadi secara cepat, termasuk histamine, tryptase dan protease netral lain, leokotrine-leokotrine C4 dan D4 serta prostaglandin. Agen-agen tersebut berdifusi ke seluruh dinding jalan napas dan menyebabkan terjadinya kontraksi otot serta kebocoran vaskuler. Mediator-mediator lainnya bertanggung jawabterhadap terjadinya brokokonstriksi yang bertahan lebih lama, infiltrasi seluler pada mukosa jalan napas, dan sekresi berlebihan mucus pada fase akhir reaksiasma yang terjadi 2-8 jam kemudian. Mediator tersebut diduga adalah cytokine yang dihasilkan oleh limfosit TH2, khususnya GM-CSF dan interlukein 4, 5, 9 dan 13 yang menarik dan mengaktifkan eosinofil serta menstimulasi produksi IgE oleh limfosit B.
Tidak semua gambaran asma dapat diperhitungkan dengan model paparan antigen. Beberapa orang dewasa yang menderita asma tidak mengalami proses hipersensitif mendadak terhadap antigen dan eksaserbasi asma yang paling beratdiduga disebabkan infeksi viruspada pernapasan. Pada pasien yang mempunyai sejarah menderita asma selama musim tanaman (liar) serta terdapat respon positif pada kulit dan bronkial terhadap antigen tanaman bronkial tersebut, ternyata derajat beratnya gejala-gejala yang timbul hanya berkolerasi kecil dengan kuantitas antigen yang terdapat di atmosfer. Spasme bronkus dapat terjadi dengan stimulus nonantigen seperti air suling, olahraga, air dingin, sulfur dioxide, dan manuver pernapasan yang cepat.
Asma dapat diobati secara efektif dengan menggunakan obat-obat yang bekerja dengan mekanisme yang berbeda. Spasme bronkus pada asma kemungkinan dapat dicegah, misalnya dengan menggunakan obat-obat yang mengurangi jumlah IgE yang terikat pada sel-sel mast(antibodi anti-IgE), dengan mencegah degranulasi sel-sel (cromolyn atau nedocromil, simpatomimetika, penyakat kanal kalsium [(Ca)], dengan menyakat efek produk-produk yang dirilis (histamine dan antagonis reseptor leukotrine), menghambat efek acethylchone yang dirilis dari saraf-saraf motor vegal (antagonis muskarinik), atau secara langsung dengan merelaksasi otot polos jalan napas (obat-obat simpatomimetik, theophylline).
Pendekatan lain terhadap pengobatan asma tidak hanya ditujukan pada pencegahan atau penyembuhan spasme bronkus akut, tetapi pada penurunan tingkat respons bronkial. Karena terjadinya peningkatan respons dihubungkan dengan inflamasi jalan napas dan karena inflamasi merupakan gambaran respons asma tahap akhir, maka digunakan strategi baik dengan mengurangi paparan terhadap alergen yang menyebabkan terjadinya peradangan maupun dengan menggunakan obat-obat antiinflamasi sebagai terapi jangka panang khususnya corticosteroid perinhalasi.

B. Farmakologi Dasar Obat-Obat Yang Digunakan Dalam Pengobatan Asma
Obat yang paling sering digunakan pada pengelolaan asma adalah agonis adrenoreseptor (digunakan untuk meringankan atau bronkodilatator) dan corticosteroid perinhalasi (digunakan sebagai pengendali atau antiinfalamasi).
1. Cromolyn dan Nedocromyl
Cromolyn sodium (disodium cromoglyate) dan nedocromil sodium hanya bermanfaat apabila digunakan sebagai profilaksis. Keduanya merupakan garam yang sangat sukar larut. Apabila digunakan sebagai aerosol (inhaler dengan kalibrasi), keduanya secara efektif dapat menghambat asma baik yang disebabkan antigen atau olahraga, dan penggunaan kronis 94 kali tiap hari) dapat sedikit mengurangi semua tingkat dari keseluruhan reaktivitas bronkial. Obat-obat tersebut tidak mempunyai efek pada tonus otot polos jalan napas dan tidak memperbaiki spasme bronkus pada asma secara efektif.
Cromolyn sedikit diabsorbsi dari saluran cerna dan harus digunakan perinhalasi sebagai bubuk microfine atau larutan aerosol. Nedocromil juga mempunyai bioavibilitas yang rendah dan hanya tersedia dalam bentuk aerosol berkalibrasi.

Mekanisme kerja
Cromolyn dan nedocromil berbeda secara struktural, tetapi mempunyai mekanisme kerja yang sama (sebuah perubahan dalam fungsi kanal klorida yang tertunda [delayed chloride channel] dalam membran sel) yaitu menghambat pengaktifan seluler. Efek tersebut pada saraf-saraf jalan napas diduga bertanggung jawab terhadap terjadinya hambatan batuk oleh nedocromil (pada sel-sel mast), untuk menghambat respon awal yang disebabkan antigen dan pada eosinofil, untuk menghambat respon inflamasi pada inhalasi alergen. Efek hambatan pada sel-sel mast bersifat spesifik pada tipe sel.
Cromolyn memiliki sedikit efek penghambat rilis mediator dari basofil manusia. Cromolyn dapat menghambat degranulasi sel-sel mast pada manusia dan paru primata tetapi tidaik pada kulit maka diduga ia spesifik untuk organ-organ tertentu. Ada penemuan lain bahwa cromolyn dan nedocromil menghambat sel-sel selain dari sel mast dan sebagian dengan adanya penemuan bahwa nedocromil menghambat penampakkan respon tahap akhir walaupun diberikan setelah respon awal yang disebabkan antigen, yaitu stelah terjadinya degranulasi sel-sel mast.

Penggunaan Klinis Cromolyn Dan Nedocromil
Dalam penelitian klinis jangka pendek, prapengobatan dengan cromolyn atau nedocromil menyakat terjadinya bronkokonstriksi yang disebabkan inhalasi antigen, olahraga, aspirin, dan beragam sebab asma yang terjadi sehubungan dengan pekerjaan. Efek protektif akut dapat terjadi dengan pemberian cromolyn sebagai obat tunggal segera sebelum olahraga atau sebelum paparan yang tidak dapat dihindari pada suatu alergen.
Apabila digunakan secara teratur (2 atau 4 hisapan, 2 sampai 4 kali setiap hari) oleh pasien asma yang sudah menahun, kedua obat tersebut dapat mengurangi beratnya gejala serta kebutuhan penggunaan bronkodilatator. Obat-obat tersebut tidak sekuat corticosteroid perinhalasi. Pada umumnya, pasien muda dengan asma ekstrinsik merespon dengan baik, beberapa pasien yang lebih tua dengan penyakit intrinsikjuga menjadi lebih baik. Tambahan nedocromil terhadap dosis standar corticosteroid perinhalasi meningkatkan pengendalian asma.
Cromolyn juga berguna dalam mengurangi gejala riniconjungtivitis alergika. Pemberian larutan tersebut dengan semprot hidung atau tetes mata baberapa kali sehariternyata efekti pada sekitar 75 % pasien.
Absorbsi cromolyn kecil maka efek yang tidak diinginkan hanya sedikit dan bersifat lokal pada situs deposisi. Efek tersebut termasuk gejala-gejala seperti iritasi tenggorokan, batuk, mulut kering, rasa sesak di dada dan susah bernapas. Gejala tersebut dapat dicegah dengan inhalasi agonis adrenoreseptor-β2 sebelum pemberian cromolyn. Efek merugikan yang berat jarang terjadi. Tidak terdapat toksisitas pada penggunaan cromolyn secara luas pada anak-anak. Bagi anak-anak yang kesulitan dengan penggunaan inhaler, dapat diberikan cromolyn dengan aerosol dalam larutan 1%

2. Obat-Obat Methylxanthine
Tiga methylxantthine penting adalah theophylline, theobromine, dan caffeine. Sumber utamanya adalah minuman ( teh, coklat dan kopi). Manfaat theophylline dalam pemgobatan asma berkurang karena efektivitas adrenoreseptor per inhalsi untuk asma akut dan antiinflamasi perinhalasi untuk asma kronis telah ditemukan. Harga murah theophylline memiliki keuntungan untuk pasien dengan ekonomi lemah.

Mekanisme Kerja
Pada konsentrasi tinggi dibuktikan dapat menghambat enzim fosfodiesterase in vitro. Fosfodiesterase menghrolis cyclic nucleotide sehingga menghasilkan peningkatan konsentrasi cAMP intraseluler. Efek tersebut dapat menjelaskan terjadinya stimulsi kardiak dan relaksasi otot polos yang disebabkan oleh obat-obat tersebut tetapi belum jelas pada penelitian in vivo jika kiranya dapat dicapai konsentrasi yang cukup tinggi untuk menghambat fosfodiesterase.
Mekanisme kerja yang lain yaitu terjadinya hambatan pada reseptor peemukaan sel untuk adenosine. Reseptor-reseptor tersebut memodulasi aktivitas adelynyl cyclase dan adenosine yang telah terbukti dapat menyebabkan kontraksi otot polos jalan napas terpisah dan menyebabkan rilis histamine dari sel-sel mast jalan napas. Theophylline melawan efek-efek tersebut dg menyakat reseptor adenosine permukaan sel.

Farmakodinamika Methylxanthine
Theophylline paling selektif dengan efek pada otot polosnya, sedangkan caffeine memiliki efek pada sistem saraf pusat yang menonjol. Methylxanthine mempunyai efek pada:
a. Sistem Saraf Pusat
Pada dosis rendah dan sedang, methylxanthine, khususnya caffeine, menyebabkan sedikit cortical arousal dengan peningkatan kewaspadaan dan pengurangan rasa lelah. Pada dosis yang sangat tinggi dapat terjadi stimulasi medular dan kejang. Kegelisahan dan tremor merupakan efek samping utama pada pasien yang menggunakan aminophylline dosis tinggi untuk asma.
b. Kardiovaskular
Methylxanthine memiliki efek kronotropik dan inotopik positif langsung pada jantung. Pada konsentrasi yang rendah, efek tersebut diduga terjadi karena peningkatan rilis catecholamine yang disebabkan oleh hambatan reseptor adenosine prasinap. Pada konsentrasi yang sangat tinggi (> 100mmol/L), pemisahan kalsium oleh retikulum sarkoplasmik dihambat.
c. Saluran cerna
Methylxanthine menstimulasi sekresi baik asam lambung maupun enzim pencernaan. Kopi yang telah dibuang caffeine-nya mempunyai efek stimulasi kuat pada sekresi asam lambung maupun enzim pencernaan yang bermakna bahwa secretagogue utama di dalam kopi bukanlah caffeine.
d. Ginjal
Methylxanthine, khusunya thophylline merupakan diuretika lemah. Efek tersebut diduga terjadi dengan melibatkan baik peningkatan filtrasi glomerular dan penurunan reabsorbsi natrium di tubular. Efek diuresis tersebut tidak cukup untuk digunakan sebagai terapi.
e. Otot Polos
Bronkodilatasi merupakan efek utama methylxanthine dalam pengobatan. Tidak terjadi toleransi tetapi efek yang tidak diinginkan khususnya pada sistem saraf pusat, membatasi dosis pada penggunaanya. Sebagai tambahan efek langsungnya di otot polos jalan napas, obat-obat tersebut pada konsentrasi yang cukup dapat menghambat rilis histamine dari jaringan paru pada induksi antigen, efeknya pada transpor mukosiliar tidak diketahui.
f. Otot Rangka
Efek terapi methylxanthine diduga tidak hanya terbatas pada jalan napas, sebab mereka memperkuat kontraksi otot rangka terpisah pada penelitian in vitro, dan mempunyai efek kuat baik dalam memperbaiki kontraktilitas maupun dalam memperbaiki kepenatan diafragma pada pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis.efek pada penampilan diafragma lebih daripada efek pada pusat pernapasan menyebabkan theophylline menpunyai kemampuan untuk meningkatkan respon ventilasi pada keadaan hipoksia dan mengurangi sesak bahkan pada pasien dengan obstruksi aliran napas yang ireversibel.

Penggunaan Klinis Methylxanthine
Dari berbagai methylxanthine, theophylline merupakan bronkodilatator yang paling efektif dan telah terbukti berulang kali dapat meringankan obstruksi aliran udara pada asma akut, mengurangi keparahan gejala-gejala , serta waktu yang hilang dalam pekerjaan karena serangan asma kronis. Bentuk basa theophylline hanya sedikit larut dalam air sehingga diberikan dalam berbagai bentuk garam yang berisi berbagai jumlah basa theophylline. Sebagian besar preparat dapat diabsorbsi dengan baik dari saluran cerna, tetapi absorbsi pada supositoria rektal tidak menentu.
Theophylline sebaiknya hanya digunakan apabila tersedia metode untuk mengukur kadar theophylline di dalam darah karena efek terapi dak toksisitasnya berhubungan dengan konsentrasinya di dalam plasma. Theophylline dimetabolisme oleh hati sehingga pada dosis terapi dapat terjadi konsentrasi toksik pada pasien dengan penyakit hati.
Theophylline memperbaiki kontrol jangka panjang asma jika diberikan sebagai terapi pemeliharaan tunggal atau apabila ditambahkan pada corticosteroid per inhalasi. Theophylline tidak mahal dan dapat digunakan per oral. Penggunaannya membutuhkan pengukuran kadar dalam plasma. Tindakan tersebut sering menjadi efek samping ringan yang tidak menyenangkan (khususnya insomnia) dan overdosis yang tidak disengaja atau yang disengaja dapat menyebabkan keracunan yang parah atau kematian. Untuk pemberian oral, dosis yang diberikan adalah 3-4 mg/kg theophylline setiap 6 jam. Perubahan dosis menyebabkan steady-state concentration (kadar tunak) yang baru selama 1-2 hari sehingga dosis dapat ditingkatkan pada interval 2-3 hari sampai konsentrasi plasma didapatkan (10-20 mg/L) atau sampai terjadi efek samping.

3. Obat-Obat Simpatomimetik
Agonis adrenoreseptor memiliki beberapa aksi farmakologik yang penting dalam pengobatan asma. Mereka dapat meyebabkan relaksasi otot polos jalan napas dan menghambat rilis dari beberapa substansi penyebab bronkokonstriksi dari sel mast. Mereka diduga juga dapat menghambat kebocoran mikrovaskular dan meningkatkan transpor mukosiliar dengan meningkatkan aktivitas siliar atau dengan mempengaruhi komposisi sekresi mukus. Seperti pada jaringan lain, agonis beta menstimulasi adenylyl cyclase dan meningkatkan pembentukan cAMP pada jaringan jalan napas.
Efek karakteristik terbaik dari agonis adrenoreseptor pada jalannapas adalah relaksasi otot polos jalan napas yang menyebabkan bronkodilatasi. Meskipun tidak ada bukti ineversi simpatik langsung pada otot polos jalan napas manusia, tetapi terdapat cukup bukti keberadaan adrenoreseptor pada otot polos jalan napas. Pada umumnya stimulasi reseptor-β2 menyebabkan relaksasi otot polos jalan napas, menghambat rilis mediator dan menyebabkan tror pada otot rangka sebagai efek toksik.
Obat simpatomimetik yang telah dipakai secara luas dalam pengobatan asma termasuk epinephrine, ephedrine, isoproterenol dan sejumlah obat β2-selektif. Karena epinephrine dan isoproterenol menyebabkan lebih banyak stimulasi pada jantung (melalui reseptor- β1) sebaiknya mereka digunakan untuk keadaan khusus.
Epinephrine adalah suatu bronkodilator yang efektif dan mempunyai mela kerja cepat pada pemberian subcutan (0,4 ml dari solusi 1:1000) atau sebagai mikroaerosol perinhalasi dari pressurized canister (320 mg per puff). Bronkodilatasi maksimal dapat tercapai 15 menit setelah inhalasi dan berakhir 60-90 menit. Karena epinephrine menstimulasi reseptor- β1 seperti juga b2, takikardi, aritmia dan angina pektoris yang memburuk merupakan efek samping yang merugikan. Epinephrine merupakan agen aktif pada banyak obat per inhalasi yang tidak diresepkan (seperti Prematene Mist), tetapi sekarang sudah jarang diresepkan.
Ephedrine diduga mempunyai sejarah yang paling panjang dari obat-obat yang digunakan pada pengobatan asma, karena obat ini telah digunakan di Cinalebih dari 2000 tahun sebelum diperkenalkan pada pengobatan barat pada tahun 1924. dibandingkan epinephrine, ephedrine memilki masa kerja yang lebih panjang, aktif pada pemberian oral, efek pusat yang lebih nyata, dan kekuatan yang jauh lebih rendah. Karena perkembangan agonis-β2 yang lebih efektif dan selektif, ephedrine sekarang jarang digunakan pada pengobatan asma.
Isoproterenol adalah bronkodilator yang kuat, ketika dihirup sebagai mikroaerosol dari pressurized canister dapat menyebabkan bronkodilasi maksimum dalam 5 menit. Isoproterenol memiliki masa kerja 60 sampai90 menit.

Obat-Obat Beta2-Selektif
Obat-obat agonis adrenoreseptor β2-selektif merupakan simpatomimetik yang paling banyak digunakan untuk pengobatan asma saat ini. Obat-obat tersebut mempunyai struktur berbeda dari epinephrine dengan memiliki substitusi yang lebih besar pada gugus amino dan pada posisi gugus hidroksil pada cincin aromatik. Mereka efektif per inhalasi atau per oral serta memiliki masa kerja yang panjang dan selektivitas β2 yang bermakna. Albuterol, terbutaline, metaproterenol, pirbuterol, dan bitolterol tersedia dalam inhaler berkalibrasi. Diberikan perinhalasi, obat-obat tersebut menyebabkan bronkodilatasi setara dengan isoproterenol. Bronkodilatasi maksimal dapat tercapai dalam 30 menit dan bertahan selama 3-4 jam.
Albuterol dan metaproterenol juga bisa dicairkan di dalam garam fisiologis untuk pemberian handhels nebulizer. Karena partikel yang dihasilkan lebih besar daripada yang berasal dari inhaler berkalibrasi, maka harus diberikan dalam dosis yang jauh lebih tinggi (berturut-turut 2,5-5 gr dan 15 mg) namun demikian tidak lebih efektif. Pemberian nebulizer disediakan untuk pasien yang kesulitan dalam menggunakan inhaler berkalibrasi.
Albuterol, terbutaline dan metaproterenol juga tersedia dalam bentuk tablet. Satu tablet 2 atau 3 kali sehari merupakan regimen yang lazim. Efek samping utama tremor poda otot rangka, gelisah dan kadang kelelahan bisa sikurangi dengan mengawali penggunaan obat setengah dosis terapi dalam 2 minggu pertama.
Hanya terbutaline yang tersedia dalam bentuk injeksi subkutan (0,25 mg). Indikasi untuk pemberian dengan cara tersebut sama dengan indikasi dari pemberian epinephrine subkutan yaitu asma parah yang memerlukan pengobatan darurat ketika bentuk aerosol tidak tersedia atau tidak efektif. Tetapi harus diingat bahwa masa kerja terbutaline yang lebih panjang bermakna bahwa efek kumulatif dapat terjadi pada pemberian injeksi yang berulang.
Salmeterol dan formoterol merupakan agonis kuat β2-selektif yang memiliki masa kerja panjang (12 jam atau lebih) sebagai hasil dari daya larut dalam lemak yang tinggi, yang menyebabkan mereka dapat larut dalam membran sel otot polos dalam konsentrasi tinggi. Fungsi pelarutan obat tersebut sebagai sebuah tempat rilis yang lambat (slow release depot) yang menyediakan obat untuk reseptor β terdekat dalam waktu yang lama. Diduga obat tersebut berinteraksi dengan kortikosteroid per inhalasi untuk meningkatkan kontrol asma. Obat-obat tersebut tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai obnat tunggal dalam mengatasi asma.
Walaupun agonis adrenoreseptor dapat diberikan perinhalasi, per oral atau parenteral, penggunaan per inhalasi menghasilkan efek lokal terbesar pada otot polos jalan napas dengan toksisitas sistemik paling kecil. Endapan aerosol bergantung pada ukuran partikel, pola pernapasan (volume tidal dan kecepatan aliran udara) dan geometri jalan napas. Bahkan partikel dg usuran optimal dg rentang 2-5 m, 80-90% dari dosis total aerosol mengendap di mulut atau faring. Partikel dengan ukuran kurang dari 1-2 m melayang-layang ataupun tetelan. Pengendapn dapat ditingkatkan dengan menahan napas.
Penggunaan obat-obat simpatomimetik per inhalasi pada awalnya menimbulkan rasa khawatir akan terjadinya takifilaksis atau toleran terhadap agonis β, aritmia jantung dan hipoksemia.

4. Antagonis Antimuskarinik
Daun-daun Daturu stramonium telah digunakan untuk pengobatan asma selama ratusan tahun. Ketertarikan pada nilai kekuatan muskarinik menigkat dengan pembuktian pentingnya vagus dalam respons bronkospastik pada hewan coba dan oleh perkembangan suatu obat anti muskarinik yang kuat, yang hanya sedikit diabsorpsi setelah pemberian aerosol pada jalan napas dan karenanya tidak dikaitkan dengan efek sistemik atropine.

Mekanisme Kerja
Antagonis muskarinik kompetitif menghambat efek achetylcholine pada reseptor muskarinik. Pada dosis yang diberikan, obat anti muskarinik, dan keterlibatan jalur parasimpatik pada respons yang disebabkan oleh reseptor muskarinik, dan keterlibatan jalur parasimpatik pada respon spasmebronkus berbeda pada tiap orang.

Penggunaan Klinis Antagonis Muskarinik
Obat-obat anti muskarinik merupakan bronkodilator yang efektif. Pada pemberian intravena, atropine, prototipe antagonis muskarinik, menyebabkan bronkodilatasi pada dosis yang lebih rendah dari pada yang diperlukan untuk menyebabakan peningkatan pada kecepatan konstraksi jantung. Selektivitas efek atropine dapat meningkat lebih jauh dengan pemberian inhalasi.penelitian pada bentuk aerosol atropine sulfate membuktikan bahwa dapat terjadi peningkatan caliber jalan napas hampir sama dengan yang dapat dicapai oleh obat antagonis-β dan efek tersebut bertahan selama 5 jam. Dosis yang diperlukan bergantung pada ukuran partikel aerosol yang digunakan. Menggunakan nebulizer yang memproduksi partikel dengan diameter 1-1.5 µm, efek sistemik pada umumnya terjadi ketika 2 mg dihirup. Dosi awal 1 mg atau kurang. Pengendapan aerosol di mulut sering menyebabkan efek rasa kering di mulut. Efek samping yang terjadi pada absorpsi sistemik termasuk resistensi urine, takikardia, hilangnya kemampuan akomodasi pada mata, dan agitasi.
Dosis suatu obat antimuskarinik yang menyebabkan perubahan maksimal pada caliber jalan napas pada saat beristirahat labih kecil dari pada dosis yang diperlukan untuk menghambat respons spasme bronkus secara maksimal. Efek samping sitemik membatasi jumlah pemberian atropine sulfate, tetapi perkembangan bentuk yang lebih selektif dari turunan kuartener ammonium atropine, ipratropium bromide, memungkinkan pemberian dalam dosis tinggi untuk reseptor muskarinik pada jalan napas karena senyawa tersebut hanya sedikit diabsorpsi dan tidak masuk dalam system saraf pusat.
Obat antimuskarinik sedikit kurang efektif dibandingkan dengan obat agonis-β dalam memperbaiki spasme bronkus pada asma, penambahan ipratropium memperkuat bronkodilatasi yang disebabkan oleh nebulized albuterol pada asma parah akut.
Ipratropium sekurangnya sama efektif pada pasien pada penyakit paru obstruktif menahun (PPOM) yang termasuk suatu komponen reversible parsial. Obat antimuskarinik yang memiliki masa kerja lebih panjang, tiotropium, sedang dalam uji klinis untuk pengobatan COPD. Masa kerja selama 24 jam obat tersebut merupakan keuntungan penting yang potensial.

5. Corticosteroid
Mekanisme Kerja
Corticosteroid telah digunakan untuk pengobatan asma sejak tahun 1950 dan diduga bekerja dengan efektivitas antiimflamasi mereka yang luas, sebagian terjadi karena hambatan produksi cytokine inflamatori. Obat-obat tersebut tidak dapat mengadakan relaksasi otot polos jalan napas secara langsung tetapi dengan mengurangi reaktivitas bronchial, meningkatkan caliber jalan napas dan mengurangi frekuensi eksaserbasi asma jika digunakan secara teratur.

Penggunaan Klinis Corticosteroid
Penelitian klinis corticosteroid secara konsisten membuktikan efektivitasnya dalam memperbaiki semua indeks control asma-keparahan gejala, tes caliber jalan napas dan reaktivitas bronchial, frekuensi eksaserbasi dan kualitas kehidupan. Karena efek sampingnya yang berat bila diberikan secara kronis, oral dan parenteral corticosteroid disediakan untuk pasien yang membutuhkan pengobatan mendesak.
Pengobatan mendesak sering diawli dengan dosis oral 30-60 mg prednisone tiap hari atau dosis intravena 1mg / kg methylprednisolone tiap 6 jam; dosis harian diturunkan secara bertahap setelah obstruksin jalan napas membaik. Pada sebagian besar pasien, terapi corticosteroid sistemik dapat dihentikan dalam seminggu ataui 10 hari, tetapi pada pasien lain gejalanya bisa memburuk jika dosisnya dikurangi lebih rendah. Untuk pencegahan asma malam hari corticosteroid oral atau per inhalasi merupakan cara yang paling efektif jika diberikan pada sore hari.
Bentuk aerosol adalah cara yang paling efektif untuk mengurangi efek samping sistemik dari terapi corticosteroid. Pengenalan pada corticosteroid yang larut dalan lemak seperti beclomethasone, triamoinolone, flunisolide, fluticasone, budesonide dan mometasone, memungkinkan pemberian corticosteroid pada jalan napas dengan absorbsi sistemik yang minimal. Rata-rata dosis harian beclomethasone empat puff dua kali sehari (400 µg/hari) sama dengan 10-15mg/hari prednison peroral untuk mengontrol asma, dengan efek sistemik yang lebih sedikit. Salah satu peringatan pada penggantian cara pemberian corticosteroid dari per oral ke per inhalasi pada pasien adalah dengan mengurangi bertahap terapi oral untuk mencegah terjadinya insufisiensi adrenal.
Penggunaan steroid per inhalasi dengan dosis tinggi dapat menyebabkan supresi adrenal, resiko toksisitas sistemik pada penggunaan kronis tidak bermakna bila dibandingkan dengan terapi oral corticosteroid yang digantikannya. Problem khusus penggunaan corticosteroid per inhalasi adalah terjadinya orofaringeal kandidiasis. Resiko komplikasi tersebut dapat dikurangi dengan menyuruh pasien berkumur dan meludahkannya setelah penggunaan pengobatan per inhalasi. Serak juga dapat terjadi sebagai efek local langsung pada pita suara pada penggunaan corticosteroid per inhalasi. Pada anak-anak terapi corticosterone inhalasi terbukti dapat memperlambat kecepatan pertumbuhan, tapi penyakit asma itu sendiri bisa memperlambat pubertas dan tidak ada bukti bahwa terapi corticosteroid per inhalasi mempengaruhi tinggi orang dewasa.
Penggunaan kronis corticosteroid per inhalasi terbukti efektif dalam mengurangi gejala dan meningkatkan fungsi paru pada pasien dengan asma ringan. Penggunaan corticosteroid tersebut juga mengurangi atau meniadakan perlunya corticosteroid oral pada pasien dengan penyakit yang lebih parah.
Berkebalikan dengan obat stimulans β dan theophylline, penggunaan kronis corticosteroid per inhalasi dapat mengurangi reaktivitas bronkial. Karena efektivitas dan keamanan corticosteroid per inhalasi, sekarang diresepkan untuk orang yang membutuhkan penggunaan lebih dari dosis yang lazim suatu agonis β untuk mengurangi gejala. Terapi tersebut berlanjut selama 10-12 minggu dan kemudian dihentikan untuk mengetahui perlunya terapi untuk diperpanjang atau tidak. Corticosteroid tidak menyembuhkan. Pada sebagian besar pasien, manifestasi asma bisa kembali dalam beberapa minngu setelah terapi dihentikan meskipun sudah digunakan dalam dosis tinggi selama 2 tahun atau lebih.

6. Penghambat Jalur Leukotriene
Karena terbukti leukotriene pada banyak penyakit inflamasi dan pada anafilaksis, setelah dilakukan usaha yang sungguh-sungguh untuk pengembamgan obat-obat yang menyakat sintesis turunan asam arakidonat atau reseptor mereka leukrotiene yang dihasilkan dari aksi 5 lypoxygenase pada asam arakidonat dan disintesis oleh suatu berbagai sel inflamasi di dalam jalan napas, termasuk eosinifil, sel mast, makrofag dan basofil. Leukotriene β4 adalah neutrofil kemoatraktan yang kuat, LTC4 dan LTD4 menyebabkan beberapa efek yang terjadi pada asma, termasuk bronkokonstriksi, peningkatan rektivitas bronchial, edema mukosa, dan hipersekresi mucus.
Efektivitas dalam menyakat respon jalan napas pada olahraga dan pada paparan antigen telah dibuktikan untuk obat-obat dalam kedua kategori: Zileuton, sebuah penghambat 5-Lipoxygenase serta Zafirlukast dan montelukast, antagonis reseptor-LTD4. semua obat tersebut telah terbukti efektif apabila digunakan secara teratur pada penelitian klinis pasien berobat jalan. Efeknya pada kaliber saluran udara, reaktivitas bronkial dan inflamasi jalan napas tidak sekuat efek kortikosteroid per inhalasi, tetapi mereka hampir sama efektif dalam mengurangi eksaserbasi. Obat tersebut dapat digunakan per oral. Montelukast disetujui untuk penggunaannya pada anak yang berumur sekitar 6 tahun.
Penelitian pada penghambat luekotriene telah membuktikan peran penting leukutrienen pada asma yang disebabakan aspirin. Telah diketahui sejak lama bahwa 5-10% penderita asmasangat sensitive terhadap aspirin, sehingga pemberianaspirin bahkan pada dosis yang sangat kecil dapat menyebabkan bronkokonstriksi yang aparah dan gejala rilis histamine sistemik seperti flushingdan kram perut
7. Obat Lain Untuk asma
a. Antibodi monoclonal Anti-IgE
Sebuah pendeketan pada baru pada pengobatan asma mengeksploitasi perkembangan biologi molekuler untuk target antibodi IgE.dari suatu lokasi koleksi antbodi monoclonal yang didapat dari tikus sebagai reaksi melawan antibody IgE itu sendiri, telah diseleksi antibody monnoklonal untuk ditargetkan melawan bagian IgE yangvterikat pada reseptornya( reseptor FCe-R1 dan -R2 ) pada sel mast dan sel-sel inflamasi yang lain.
Sebuah penelitian yang bertujuan mempelajari aktivitas antibody monoclonal anti-Ige yang telah dimanusiakan pada sukarelawan penderita asma membuktikan bahwa penggunan lebih dari sepuluh minggu dapat mennurunkan IgE plasma pada tingkat yang tidak terdeteksi dan secara bermakna menurunkan besarnya respons bronskhospatik pada paparan anti gen baik awalmaupan akhir ( Fahy etal,1997)

b. Penyakat kanal Kalsium (Ca)
Fungsi dari setiap sel yang diduga menjadi tidak normal pada penderita asma yaitu konstraksi otot polos jalan napas, sekresi lender dan beragam mediator, dan transmisi saraf sepanjang jalan napas, pada tingkat tertentu bergantung pada aliran kalsium ke dalam sel. Penyakit kanal tidak mempunyai efek pada diameter jalan napas dasar tetapi secara bermakna menghambat penyempitanjalan napas yang disebabkan oleh berbagai stimulus. Pada pasien, baik nifedipine maupun verapamil per inhalasi, secara bermakana menghambat bronkokonstriksi yang disebabkan oleh olahraga, hiperventilasi atau inhalasi histamine aerosol, methacholine atau antigen tetapi sangat kurang efektif bila dibandingkan dengan albuterol per inhalasi.

c. Donor Nitric Oxide
Studi awal pada hewan coba menimbulkandugaan bahwa otot polos jalan napas, seperti pada vaskulatur, dapat direlaksasi secara efektif oleh nictric oxide. Obat yang sangat lipofilik tersebut dapat dihirup seperti gas pada asma akut dan dapat melebarkan pembuluh darah paru-paru dan juga otot polos jalan napas. Meskipun terbukti bermanfaat untuk asma akut yang parah tetapi lebih banyak digunakan pada hopertensi paru.

d. Pembuka Kanal Kalium (Potassium)
Cromokalim adalah obat dalam penelitian dengan efek vasodilator yang diduga sebagian berasal dari penyakatan adrenoseptor-alfa dan sebgian berasal dari terjadinya hiperpolarisasi langsung se-sel otot polos oleh aktivasi kanal kalium. Hiperpolarisasi serupa diduga dapat terejadi pada otot polos jalan napas. Walaupun relaksasi otot jalan napas dapat dengan mudah dibuktikan invitro, tetapi pada pasien asma didapat hasil yang bertentangan (Kidney et.al.,1993).

e. Terapi yang Mungkin Dilakukan di Masa Datang
Perkembangan deskripsi ilmiah yang cepat dari imunopatogenesis asma telah memacu perkembangan banyak terapi baru dengan sasaran situs yang berbeda dalam aliran imun (imun cascade). Termasuk di dalamnya antibodi monoklonal yang ditujukan terhadap cytokine TH2 (IL-4,IL-5), antagonis molekul-molekul adhesi sel, penghambat protease dan immunomodulatoryang bertujuan mengeser limfosit CD4 dari TH2 ke fenotip TH1.

C. Farmakologi Klinik Obat-Obat Yang Digunakan Dalam Pengobatan Asma
1. Bronkodilator
Pasien-pasien dengan asma ringan dan yang hanya dengan gejala-gejala musiman hanya membutuhkantidak lebih dari agonis resptor-β per inhalasi (seperti albuterol) yang digunakan hanya pada “saat-saat dibutuhkan saja”. Theopylline pada saat ini banyak digunakan untuk pasien-pasien dimana gejala-gejalanya tetap sulit dikontrol kendati telah digunakan kombinasi pengobatan regular dengan memakai obat antiinflamasi per inhalasi dan pengnaan agonis β2 seprlunya.


2. Corticosteroid
Apabila gejala-gejala asma sering terjadi atau terjadi hambatan fungsi karena obstruksi saluran udara yang menetap walaupun telah diberikan terapi bronkodilator, maka sebaiknya dimulai penggunaan corticosteroid per inhalasi. Untuk pasien-pasien dengan gejala-gejala yang parah atau dengan obstruksi salurtan udara yang parah (misalnya FEV 1 < 1.5 L) lebih tepat pengobatab awal dengan corticosteroid oral (30 mg/hari prednisone selama 3 minggu). Segera setelah terjadi kemajuan klinis, sebaiknya dimulai pengobatan corticosteroid per inhalasi dan dosis oral diturunkan sampai batas minimum untuk mengontrol gejala yang timbul.
Pada pasien yang gejalanya tidak dapat dikendalikan dengan dosis standar corticosteroid dengan inhalasi, penambahan agonis reseptor-β per inhalasi yang bermasa kerja lama (salmeterol,formoterol) akan lebih efektif dari pada menggandakan dosis corticosteroid per inhalasi. Pasien tidak menghentikan penggunaan corticosteroid inhalasi dan hanya menngunakan agonis- β bermasa kerja lama, karena eksaserbasi tidak dapat dicegah hanya dengan terpi tunggal. Agonis-β bermasa kerja lama sehingga diduga dapat meningkatkan efek lokal dan bukan sistemik corticosteroid per inhalasi. Maka inhaler yang mengandung kedua obat ini telah dikembangkan.

3. Cromolyn dan Nedocromil
Dapat dipertimbangkan sebagai alternative untuk corticosteroid per inhalasi bagi pasien-pasien dengan gejala yang lebihdari dua kali dalam seminggu atau bagi pasien yang terbangun dari tidur disebabkan oleh asma. Obat-obat tersebut juga berguna bagi pasiern dengan gejala musiman atau setelah stimulus yang jelas seprti olahraga atau terpapar pada ketombe hewan atau iritan. Pada pasien dengan gejala terus-menerus ,manfaat obat-obat tersebut hanya dapat ditetapkan dengan suatu percobaan terapeutik dengan obat inhalasi empat kali sehari selama empat minggu.

4. Antagonis Muskarinik
Antagonis muskarinik per inhalasi sejauh ini mendapat tempat terbatas pada pengobatan asma. Apabila digunakan pada dosis yang adekuat, efeknya pada resistensi jalan napas dasar hampir sama dengan efek obat-obat simpatomimetik. Pada pengobatan antagonis muskarinik untuk pengobatan jangka panjang mereka terbukti merupakan bronkodilatoryang efektif. Meskipun telah diduga sebelumnya bahwa antagonis muskarinik dapat menyebabkan kekeringan sekresi jalan napas, tetapi penghitungan langsung volume cairan sekresi kelenjar submukosa jalan napas tunggal pada hewan coba membuktikan bahwa atropine hanya sedikit menurunkan kecepatan sekresi; meskipundengan demikian, obat tersebut benar-benar dapat mencegah sekresi berlebihan yang disebabkan oleh stimulasi refleks vagal.

5. Terapi-Terapi Antiinflamasi Lainnya
Beberapa laporan baru mengungkapkan bahwa bahan-bahan yang lazim dugunakan untuk mengobati arthritis reumatid dapat digunakan untuk mengobati pasien asma dengan ketrgantungan steroid yang kronis. Pengobatan kronis dengan corticosteroid oral dapat menyebabkan osteoporosis, katarak, intoleransi glukosa, memburuknya hipertensi, dan perubahan cushingoid dalam penampilan.

6. Manejemen Asma Akut
Pengobatan serangan asma akut pada pasien yang dilaporkan ke rumah sakit membutuhkan penilaian yang lebih berkesinambungan dan pengukuran objektif berulang tetang fungsi paru. Bagi pasien yang mmengalami serangan ringan, inhalasi agonis reseptor-β sama efektif dengan injeksi ephinephrine subkutan. Kedua jenis pengobatan tersebut lebih efektif dari pada penggunaan aminophylline intravena. Serangan yang parah membutuhkan perawatan dengan oksigen, penggunaan albuterol aerosol yang sering atau teru menerus, dan perawwtan sistemik dengan prednisone atau methylprednisolone (0,5 mg/kg setiap 6 jam).

II. INFLUENZA
A. Patogenesis influenza

B.


BAB III
PENUTUP

Asma merupakan penyakit yang disebabkan oleh antibody-antibodi reagenik (IgE) yang terikat pada sel-sel mast dalam mukosa jalan napas. Asma dapat diobati secara efektif dengan menggunakan obat-obat yang bekerja dengan mekanisme yang berbeda.
Obat yang pengelolaan asma adalah:
1. Cromolyn dan Nedocromyl
2. Obat-Obat Methylxanthine
3. Obat-Obat Simpatomimetik
4. Antagonis Antimuskarinik
5. Corticosteroid
6. Penghambat Jalur Leukotriene
Selain itu ada obat lain yang diguanakan seperti antibodi monoclonal Anti-IgE, penyakat kanal Kalsium (Ca), donor Nitric Oxide, pembuka kanal kalium (Potassium). Obat yang paling sering digunakan pada pengelolaan asma adalah agonis adrenoreseptor (digunakan untuk meringankan atau bronkodilatator) dan corticosteroid perinhalasi (digunakan sebagai pengendali atau antiinfalamasi).




DAFTAR PUSTAKA

Katzung, Bertram G. 2001. Farmakologi Dasar dan Klinik. Jakarta: Salemba Medika.

http://www.medicastore.com/asma/pengobatan_asma.htm diunduh pada tanggal 13 November 2008.

http://www.medicastore.com/apotik_online/obat_saluran_nafas/obat_asma.htm diunduh pada tanggal 13 November 2008.

http://victor-health.blogspot.com/2008/08/obat-asma-1.html diunduh pada tanggal 13 November 2008.

Tidak ada komentar: